Kebijakan "Banci"

>> Jumat, 23 Januari 2009

Baru - baru ada diskusi di Metro Tv acara Partai Bicara, soal kebijakan BUMN yang dilakukan oleh pemerintah. Hadir pada acara itu partai Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP) dan ada 3 orang pengamat. Pengamat berfungsi menanyakan hal - hal yang dipaparkan oleh Partai dalam hal ini PDP. Selain itu juga penonton dapat menanyakan juga kepada partai.

Salah satu orang pengamat Ibu Aviliani memaparkan kesimpulan dari acara tersebut bahwa selama ini kebijakan pemerintah soal kebijakan BUMN adalah kebijakan yang "Banci". Aku waktu langsung terkaget dengan kata itu. Penggunaan kata banci ditekankan dua kali kepada ibu Aviliani untuk menekankan bahwa kebijakan pemerintah tidak jelas amburadul dan buruk intinya.
Ini bukan kali pertama kata banci digunakan untuk menunjukkan hal tidak beres.

Dalam film Pertaruhan yang digarap oleh Kalyanashira foundation yang sekarang menjadi nominasi film festival di German. Ada juga satu adegan pengungkapan kata kebijakan banci. Kata itu di ucapkan oleh seorang aktivis perempuan. Ibu Ninuk yang bekerja di Yayasan Kesehatan Perempuan. Ibu ninuk dalam film menyatakan bahwa kebijakan pemerintah soal kesehatan masih "banci". Lagi - lagi ibu ninuk menggunakan kata banci untuk menekankan bahwa kebijakan pemerintah soal kesehatan tidak benar dan tidak jelas. Sama dengan yang dimaksud oleh Ibu Aviliani pengamat ekonomi.

Selesai pemutaran film, aku menyampaikan kepada Nia Dinata selaku produser film Pertaruha. Tapi lagi - lagi jawabannya bahwa mungkin adegan itu tidak ada maksud untuk merendahkan kelompok lain. Dalam hal ini kelompok "banci". Mungkin juga sama alasannya disampaikan oleh pengamat ekonomi tersebut. Iya memang aku pikir tidak ada maksud untuk merendahkan kelompok lain secara sadar. Tapi secara tidak sadar ada persoalan "besar" bagi kelompok yang disebut banci itu. Kalyanashira sendiri sebagai sebuah organisasi yang mengklaim berjuang untuk hak - hak kelompok LGBTIQ lolos untuk memperhatikan itu.

Memang penggunakan kata - kata banci sendiri juga sering digunakan bagi kelompok LGBTIQ. Tapi lagi - lagi hanya untuk merendahkan orang lain. Misalnya pada kasus seorang teman yang tidak baik bertindak, maka dalam pergaulan gay khususnya akan mengatakan "dasar banci" lambat sekali kerjanya. Walau hanya guyonan...sesama teman. Kata banci memang bukan kata yang positif dalam masyarakat Indonesia.

Baik Ibu Ninuk maupun Ibu Aviliani juga bagian dari mereproduksi apa yang dilakukan oleh banyak orang di Indonesia. Memang dilihat sisi positip nya ini menunjukkan bahwa keberadaaan LGBTIQ khususnya "banci" sudah diakui keberadaan. Tapi diakui sebagai orang yang "salah"/menyimpang.


Kata yang terus digunakan bahwa Banci = salah. Maka ini berdampak pada pandangan masyarakat sendiri terhadap waria dalam kehidupan sosial. Kita tahu bahwa banci selalu merujuk pada seorang transgender dalam hal ini waria.
Kita lihat sendiri bagaimana waria benar - benar diperlakukan tidak manusiawi selama ini. Bahkan kekekarasan demi kekerasan menjadi kehidupan sehari - hari teman - teman waria. Tidak jarang sampai kematian yang harus diterima seorang waria.

Dari pengalaman itu menjadi penting bahwa membangun kesadaran masing - masing orang untuk dapat mengubah penggunaan kata - kata yang mengarah melecehkan pihak lain.
Apalagi disampaikan untuk publik, ini akan membuat publik semakin meyakini bahwa waria itu memang tidak benar dan salah.


Sehingga siapapun mulai sekarang untuk lebih berhati - hati untuk menggunakan kata - kata dalam kalimat.
Khusus untuk Kalyanashira, karena film Pertaruhan belum diedarkan menjadi VCD atau DVD. Saya berharap adegan pada kata "Banci" untuk dapat dihilangkan. Sehingga film pertaruhan akan menjadi lengkap sebagai film pendidikan bagi publik bagi setiap orang.
Mudah2an permintaan ini dapat ditindak lanjuti oleh pihak Kalyanashira. Semua ini untuk memajukan gerakan LGBTIQ di Indonesia sebagai bagian dari perjuangan hak - hak asasi manusia.


Wasalam


Toyo

Jakarta, 24 Januari 2009

0 komentar: