Mengenang Sosok Gus Dur

>> Kamis, 31 Desember 2009

Ketika pertama kali saya bertemunya sekitar tahun 2007,pada satu acara Kongkow di Utan Kayu Jakarta Timur. Saya diperkenalkan oleh Guntur (pemandu acara tersebut) tentang masalah saya menjadi korban penyiksaan polisi di Banda Aceh Januari 2007. Pada saat itu Ia hanya mengucapkan, "polisi memang sulit untuk bisa dipercaya", hanya itu. Tidak ada sesuatu yang istimewa pada saat itu bagi diriku, selain saya sudah membaca beberapa pemikirannya soal domokratis dan pluralisme.

Pertemuan terus berlanjut hampir setiap hari Sabtu pukul 10.00 WIB di Utan Kayu dalam acara kongkow bersama Gus Dur. Hari demi hari saya semakin mengetahui siapa sebenarnya Gus Dur. Bukan hanya negarawan yang senang humoris tetapi juga seorang bapak bangsa yang sangat adil dan demokratis bagi bangsa ini. Dari Kongkow Gus Dur inilah saya mulai kenal dengan anak-anak muda pengagum sosok Gus Dur. Yang akhirnya sangat dekat sekali dengan saya beberapa orang.

Gus Dur pada tahun 2001 dilengserkan oleh anggota parlemen sebagai presiden ke-4, tidak ada konflik dibumi pertiwi ini. Padahal pada saat itu sangat mungkin sekali Gus Dur menggunakan kekuasaannya untuk melawannya. Tapi Gus Dur tidak melakukan itu, Gus Dur tidak ingin terjadi konflik horizontal pada rakyat Indonesia. Mungkin karena itulah parlemen sewenang-wenang kepada bapak bangsa yang satu ini, sudah dapat diperkirakan sebelumnya bahwa Gus Dur sudah pasti tidak akan menggunakan kekerasan dalam melawan kesewenangan itu. Pada saat dilenserkan, waktu itu Gus Dur keluar istana negara dengan melambaikan tangan mengenakan pakain tidur, celana pendek. Luar biasa.

Pada masa pemerintahnya yang hanya lebih kurang 1 tahun, ada banyak hal-hal yang luar biasa Ia lakukan,mulai kebebasan pers, kebebasan meyuarakan pendapat kepublik, menjadikan Imlek sebagai hari libur nasional, mencabut kebijakan yang anti demokrasi atas korban 65 dan masih banyak lagi. Gus Dur adalah sosok mantan Presiden RI yang nyaris "cacat" dalam kepimpinannya untukbangsa ini.

Gus Dur juga berhasil meyatukan para korban 65 dengan anak bangsa lainnya. Sampai kita bisa lihat dampaknya anak-anak muda NU menjadi kelompok yang paling keras meyuarakan keadilan bagi para korban 65. Kita bisa lihat sekarang ada banyak anak-anak muda NU yang meyuarakan keadilan dan demokrasi bagi setiap orang. Saya bukan anak NU, tapi saya sadar bahwa mereka (pemuda NU) jauh lebih maju dibandingkan dengan ormas Islam lainnya di Indonesia untuk pemikiran kritisnya. Saya pikir keberhasilan ini peran seorang Gus Dur sangat besar.

Pada saat Gus Dur menjabat sebagai Presiden, ada satu rencana kebijakan yang sempat mendapatkan tekanan publik ketika Gus Dur ingin membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Gus Dur ingin menghempaskan semua stigma-stigma buruk yang ditujukan kepada kelompok ataupun ras tertentu, dalam hal ini Jahudi. Tapi sayangnya maksud baik itu tidak banyak dipahami oleh banyak orang. Pemimpin masyarakat muslim dan juga seorang muslim berani merencanakan itu. Saya pikir ini karena sikap Pluralisme yang sangat besar dalam diri Gus Dur. Berani mengambil tindakan dan sikap yang diluar mainstrem.

Gus Dur bukan hanya disegani oleh kawan-kawannya tetapi Ia juga disegani oleh lawan-lawan politiknya. Gus Dur tidak pernah dendam kepada siapapun, sikap persaudaraan yang sangat besar selalu Ia kedepankan. Kita bisa saksikan semua mantan presiden hubungannya baik dengan Gus Dur, dari mulai Soharto, Megawati, Habibie sampai SBY. Saat di rumah persemayaman di Ciganjur, pelayat berdatangan dari tokoh-tokoh bangsa yang saling berseberangan secara politik. Tapi saat ini kita bisa buktikan bahwa Gus Dur telah berhasil meyatukan semua anak bangsa dari berbagai macam latar belakang.

Yang paling penting Gus Dur adalah orang yang sangat menolak formalisasi syariat Islam di Indonesia. Slogannya selalu Islam Yes, formalisasi syariat Islam No. Gus Dur membawa kita pada ke-Islaman Indonesia yang punya khas sendiri tanpa harus dibebani dengan simbol-simbol Arab. Arab bukan Islam, Islam Arab berbeda dengan Islam Indonesia. Itu yang ingin Gus Dur sampaikan kepada masyarakat dunia. Bahwa muslim Indonesia adalah satu identitas sendiri yang tidak harus di Arabisasikan.

Pada saat saya menghadiri Ultah Jurnal Perempuan sekitar tahun 2007, Gus Dur sebagai salah satu pembicara. Gus Dur pada saat itu meyampaikan kepada publik bahwa Ia adalah Ketua dewan Penasehat Ikatan Waria Indonesia. Saat itu Gus Dur mendapatkan sambutan yang meriah sekali oleh pengunjung. Bahkan beberapa kali Gus Dur hadir diacara yang diadakan oleh oleh waria di Jakarta, Jawa Timur dan beberapa daerah. Ini menunjukkan Gus Dur benar-benar melihat manusia dengan nilai kemanusiaannya.

Selain itu, pada saat gencar penolakan UU Pornograf, Gus Dur adalah salah seorang tokoh yang sangat menentang UU tersebut disyahkan bersama dengan Istrinya, Ibu Shinta Nuriyah. Bahkan tuduhan pemimpin bangsa yang "edan" selalu ditujukan kepadanya. Istrinya oleh sekelompok orang dituduh dicap sebagai pelacur karena ikut berdemontrasi menolak pengesahan Rancangan UU Pornografi. Tapi Gus Dur tidak pernah "jaim" atau gila kehormatan. Ia akan menjadi orang yang selalu di garda depan untuk menegakan demokratis dan pluralisme di Indonesia. Salah satu buktinya Wahid Institute, lembaga yang didirikan oleh Gus Dur menjadi salah satu pemohon pembatalan Judicial review UU Pornografi.

Beberapa hari ini sebelum Ia wafat saya bermimpi tentangnya, tidak tahu apakah ini petunjuk atau bukan. Tapi selalu ingat dengan sosok Gus Dur menjelang masa akhir hidupnya. Saya mendapatkan kabar kalau Gus Dur masuk rumah sakit dari internet, tapi menurut keterangan anaknya Yenny pada acara launching laporan tahunan Wahid Institute tentang kebebasan beragama di gedung PBNU, Kramat Jakarta Utara, 29 Desember 2009. Menurut Yenny bapak hanya sakit ringan. Karena gigi gerahamnya sakit sehingga tidak mau makan mengakibatkan ada gangguan gula darah Gus Dur. Tapi sekarang sudah berhasil dioperasi gigi gerahamnya, ungkap Yenny. Malah Yenny meyampaikan dengan santai dan guyon masalahnya hanya sepele tapi karena yang sakit seorang Gus Dur sehingga menjadi pemberitaan yang besar dan heboh dipublik. Saat itu saya merasakan lega mendengarkan berita karena Gus Dur sudah sehat.

Tapi pada sekitar pukul 19.00 tanggal 30 Desember 3008 saya melihat distasiun TV dalam perjalanan menuju Plaza Senayan untuk menonton film di Bioskop. Karena mobilnya ada fasilitas TV, saya minta untuk mencari channel berita saja. Saya kaget dan hampir tidak percaya ketika ada berita kalau Gus Dur wafat.

Sebelumnya saya mengikuti beritanya sambil bercerita kepada teman yang meyetir mobil, bahwa Gus Dur adalah bapak bangsa yang luar biasa dan saya favorit sekali dengannya. Saat itu belum ada kabar kalau Gus Dur wafat. Teman-teman saya heran mendengar ungkapan saya. Saya tegaskan lagi bahwa Gus Dur adalah tokoh yang mau memperjuangkan hak-hak kelompok homoseksual. Karena memang teman-temanku adalah seorang gay. Saya berharap mereka (temanku) tertarik untuk diskusi soal Gus Dur yang sedang dibahas di TV saat itu. Malah saya sampaikan kepada teman-teman pada saat itu, kalau saya mendapatkan pasangan gay yang baik. Saya ingin datangi Gus Dur untuk meminta doa restunya atas hubungan dua anak manusia sesama jenis. Itu memang keinginanku suatu saat nanti. Tapi ditengah diskusi itu tiba-tiba pembawa acara meyampaikan kalau Gus Dur telah wafat pada pukul 18.45 WIB di RSCM. Saya terdiam sesaat hampir tidak percaya.

Tidak biasa saya melihat acara TV, tetapi malam itu saya meyaksikan berita wafatnya Gus Dur. Saat itu saya menanyakan kebenaran berita itu kepada orang yang saya tahu sangat dekat dengan Gus Dur tetapi tidak berhasil terhubungi karena HPnya tidak aktif. Sayapun mencoba menelpon teman-teman aktivis yang juga pengagum Gus Dur. Tapi kemudian saya mendapatkan satu pesan singkat dari mbak Nong, bahwa benar Gus Dur telah wafat. Saat itu saya bingung dan sedih sekali, rencana nonton film bersama dengan teman-teman saya batalkan saat itu juga. Termasuk membatalkan merayakan malam tahun baru di Bandung yang sudah kami rencanakan bersama.

Aku pulang sendiri mengendarai angkutan umum duduk terdiam dan dalam pikiran yang galau. Sesampai dirumah aku membuka internet dan membaca berita soal wadatnya Gus Dur sambil terus menuliskan perasaan saya di wall Facebookku. Teman-teman saya juga banyak berkomentar atas kepulangan tokoh bangsa ini. Yang hampir sama komen-komennya, merasa kehilangan dengan bapak yang luar biasa ini. Sepertinya menuliskan kenangan dan mengenal sosok Gus Dur juah lebih menarik dalam meyambut pergantian tahun daripada harus berhura-hura.(Toyo/OV)


Selamat Jalan Gus Dur..
Doaku Meyertaimu..Amin


Mampang, 31 Desember 2009

Read more...

Adopsi Anak Bagi Homoseksual

>> Rabu, 30 Desember 2009

Berangkat dari pengalaman dari seorang teman yang diskusi dalam sebuah forum seksualitas (www.forum.ourvoice.or.id).
Topiknya soal pernikahan sejenis yang dilegalkan di Argentina. Dimana pasangan gay, Alex Freyre dan José María Di Bello warga negara Argentina yang akhirnya menikah 28 Desember 2009. Pernikahan dilangsungkan di kota Ushuaia, propinsi Tierra del Fuego, Argentina yang terkenal sebagai kota di ujung selatan dunia. Bahkan gubernur propinsi ini, Claudio Morgado, bersedia menjadi saksi atas pernikahan tersebut gay tersebut.

Kejadian itu menjadi diskusi hangat dalam forum tersebut. Salah satu dari anggota forum akhirnya berbagi cerita tentang pengalamannya;

....senang mendengar berita seperti ini (soal pernikahan sejenis di Argentina)... "pintu itu sudah mulai terbuka...".

Cuma sedih juga dengan kasus hukum yg dibicarakan... gw sangat awam dgn masalah hukum.... Gw hanya mensiasati hal itu dgn cara gw sendiri, kalo masalah adopsi..gw lebih melakukan dgn cara 'anak asuh, dia bebas mandiri. Meskipun demikian 'anak' gw sangat deket dgn gw...dan itu sudah cukup buat gw...just the bond..

Masalah harta, gw selalu bilang ke keluarga gw kalo 'benda-benda' itu bukan milik gw, demikian juga partner gw akan bilang ke keluarganya kalo itu bukan miliknya... Jadi kalo salah satu dari kita 'lenyap' tak ada tuntutan dari kedua belah kelurga. Semua surat2x berharga kita yg pegang. Lalu kalo kita 'bubar' walhualam.. jangan sampe deh..(kalau hal terburuk itu terjadi, gw sdh ikhlas buat dia semua).

Masalah pernikahan.. kita tidak pernah memikirkannya.. yg terpenting bagaimana kita menilai hubungan itu sbg sebuah ikatan.
Nggak tahu apakah ini akan dapat 'langgeng'... we just try the bes
t that we can.

Intinya...kita semua dapat mencari jalan untuk mensiasati kondisi yg 'tdk memungkinkan' dengan cara kita sendiri.... Gw, tetap berharap bahwa angin perubahan itu akan datang ke Indo.....

Cerita ini bukan isapan jempol tetapi fakta yang terjadi dilapangan. Ini bukan satu-satunya cerita, tetapi banyak pasangan gay /lesbian memutuskan mengadopsi anak untuk sampai dewasa dengan baik. Kita mungkin berpikir bahwa anak-anak yang dibesarkan oleh pasangan homoseksual akan mengalami masalah perkembangan, tetapi dari yang saya temui anak-anak tersebut tumbuh dan berkembang tidak bedanya dengan anak lainnya.Pandangan bahwa anak yang dibesarkan oleh pasangan homoseksual secara langsung akan menjadi seorang homoseksual, itu juga alasan yang tidak terbukti dan sangat berlebihan. Karena soal orientasi seksual anak tidak secara otomatis diturunkan dari orang tuanya. Karena orang-orang yang homoseksual sekarang ini sebelumnya juga bukan anak-anak yang dibesarkan dari pasangan homoseksual.

Bahkan dari pengalaman saya, justru anak-anak itu menjadi anak yang sangat terbuka dengan perbedaan khususnya soal keberagaman seksualitas. Mungkin sangat sedikit anak-anak dapat langsung belajar tentang apa sebenarnya homoseksual itu. Tidak dapat disekolah, lingkungan masyarakat maupun guru agama, selain mendapatkan pemahaman dan informasi yang keliru soal homoseksual. Tetapi anak-anak tersebut langsung melihat dan merasakan siapa sebenarnya homoseksual itu? Apakah mahkluk "Alien" dari planet lain yang sangat menakutkan, menularkan "virus" homoseksualnya? Atau manusia yang penuh kasih dan tanggung jawab sebagai orang tua, yang tidak ada bedanya dengan pasangan heteroseksual.

Adopsi anak juga banyak dilakukan oleh seorang gay/lesbian yang single. Tanpa pasangan. Karena banyak alasan mereka (seorang homoseksual) mengadopsi anak sebagai single parent. Umumnya salah satu alasannya agar masa tua nantinya ada yang menemani atau menjaga dirinya yang memutuskan tidak menikah selama hidupnya baik dengan laki-laki maupun perempuan.

Beda dengan pasangan gay/lesbian, seorang homoseksual yang single mengadopsi anak biasanya cenderung "menutupi" identitas seksualnya kepada anak asuhnya. Mungkin ada banyak faktor mereka melakukan itu. Walau tidak sedikit juga dari mereka terbuka dengan anak asuhnya tentang seksualitasnya.

Situasi ini menjadi refleksi kepada bagi kita soal wacana keluarga. Apa sebenarnya keluarga? Apakah keluarga harus pasangan heteroseksual? Laki-laki dan perempuan. Apakah kebahagian seorang anak hanya didapatkan dari didikan pasangan heteroseksual? Padahal kita tahu kekerasan terhadap anak dapat terjadi dimanapun baik pasangan di pasangan heteroseksual maupun homoseksual.

Yang dibutuhkan anak sebenarnya bukan pasangan heteroseksual, single parent atau pasangan homoseksual yang akan mengasuhnya. Tetapi yang paling dibutuhkan anak adalah kasih sayang dan perhatian yang penuh kepadanya. Untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya. Juga yang penting juga memastikan hukum melindungi pasangan homoseksual ataupun single parent yang mengadopsi anak-anak mereka atas hak asuh ataupun warisnya nanti. Ini juga yang harus diperhatikan oleh negara.

Karena menjadi tidak bijaksana kalau kita terus meributkan bahwa anak harus diasuh oleh orang tuaku heteroseksual. Karena kehidupan dunia tidak tunggal,termasuk kebahagian bagi anak.(Toyo/OV)


Jakarta, 30 Desember 2009

Read more...

Pakistan Akan Akui Waria


By Zeeshan Haider

ISLAMABAD (Reuters) - Pakistan's Supreme Court ordered authorities on Wednesday to allow transvestites and eunuchs to identify themselves as a distinct gender as part of a move to ensure their rights, a lawyer said.

Known by the term "hijra" in conservative Muslim Pakistan, transvestites, eunuchs and hermaphrodites are generally shunned by society.

They often live together in slum communities and survive by begging and dancing at carnivals and weddings. Some are also involved in prostitution.

Iftikhar Chaudhry, chief justice of Pakistan, ordered the government to give national identity cards to members of the community showing their distinct gender and to take steps to ensure that they were not harassed.

"The government's registration authority has been directed to include a separate column in national identity cards showing them as hijras," Mohammad Aslam Khaki, a lawyer for hijras told Reuters.

"By doing so, they think they will get a distinct identity and it will help them get their rights."

A hijra association welcomed Chaudhry's order, saying it would ease their suffering.

"It's the first time in the 62-year history of Pakistan that such steps are being taken for our welfare," the association' s president, who goes by the name Almas Bobby, told Reuters.

"It's a major step toward giving us respect and identity in society. We are slowly getting respect in society. Now people recognize that we are also human beings."

Khaki said the court also ordered the government to evolve a mechanism to ensure that hijras are not harassed and also take steps to ensure their inheritance rights.

Hijras are often denied places in schools or admittance to hospitals and landlords often refuse to rent or sell property to them. Their families often deny them their fair share of inherited property.

Hijras are both feared and pitied in Pakistan. They are feared for their supposed ability to put curses on people while they are pitied as they are widely viewed as the outcast children of Allah.

The number of hijras in Pakistan is not known but community leaders estimate there are about 300,000 of them.

In June, the Supreme Court ordered the government to set up a commission to conduct a census of hijras.

(Editing by Robert Birsel and Sugita Katyal)

http://in.reuters. com/article/ lifestyleMolt/ idINTRE5BM2BX200 91223

Read more...

Laporan Toleransi Keagamaan 2009 Wahid Institute


Wahid Institute meluncurkan laporan Kebebasan Beragama dan Kehidupan Keagamaan 2009. Laporan ini berangkat dari monitorng di 11 wilayah di Indonesia diantaranya propinsi Banten, NTB, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Yogyakarta. Disampingdibantu jaringan personal di diluar 11 wilayah tersebut.

Pengumpulan data ini dimulai bulan Januari sampai Desember 2009. Dari hasil pemantuan tersebut ditemukan pelanggaran yang berkaitan dengan kebebasan beragama dan kehidupan keagamaan, antara lain:

1. 35 kasus pelanggaran HAM yang pelakunya adalah aparat negara, seperti yang dilakukan oleh Polisi (tertinggi 18 kasus), bakorpakem, pengadilan,Pemkab dan pemerintahan desa.
2. Dihasilkan 6 Perda yang bernuansa agama tertentu, seperti qanun jinayah ataupun perda soal zakat dibeberapa daerah.
3. Ada 10 Raperda yang juga berkaitan dengan agama tertentu.
4. Ada 95 kasus tindakan intolensi yang dilakukan oleh kelompok masyarakat

Dilihat dari jumlah perda yang bermasalah memang tahun 2009 lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2008. Walau ini belum bisa dikatakan kondisi kebebasan beragama di Indonesia semakin membaik menurut Rumadi. Untuk perda atau ranperda yang sekarang lebih banyak ditemukan Perda soal Zakat bagi umat muslim. Misalnya kasus di NTB, bahwa diwajibkan bagi PNS untuk membayar zakat sehingga ada pemotongan langsung dari gaji PNS. Tetapi kebijakan ini kemudian mendapatkan penolakan dari guru-guru di NTB sehingga akhirnya dibatalkan.

Selain itu ditahun 2009 ada peraturan daerah di Aceh yang sempat menjadi perhatian publik soal Qanun Jinayat, yang dalam satu pasalnya akan memberikan sanksi hukum rajam dan cambuk bagi pelaku zina. Selain itu hubungan seksual homoseksual juga akan dikriminalkan dalam qanun jinayat tersebut dengan sanksi cambuk maksimal 100 kali didepan umum (pasal 33 ayat 1).

Selain hal-hal yang "suram' laporan kali ini juga memaparkan hal-hal yang menjadi capaian dari pemerintah maupun beberapa fatwa MUI yang progresif.

Acara ini diadakan di Kantor PBNU Lantai 8 Jl. Kramat Raya no. 164 Jakarta Pusat, pada 29 Desember 2009. Dengan mendatangkan narasumber; Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A., Rafendi Djamin, M.A, Dr. Rumadi dan Trisno. Dengan moderator: M. Subhi Azhari. Acara dimulai dengan kata sambutan oleh Direktur Wahid Institute

Yenny Zannuba Wahid.

Dalam pselaporan ini juga melihat siapa para pelakunya, tren waktu kejadiannya dan wilayahnya geografis. Dari data yang ada propinsi Jawa Barat (10 kasus) adalah paling tertinggi pelanggarannya disusul dengan Jawa Timur.


Menurut tanggapan Prof Dr. Azyumardi Azra, M.A dalam mengumpulkan data harus benar-benar dilakukan klarifikasi dengan benar. Apakah kasusnya benar-benar pelanggaran kebebasan beragama atau hanya kasus kriminal biasa. Agar data yang didapat benar-benar valid dan tidak semakin memperkeruh situasi.

Misalnya dicontohkan kasus geraja di Bekasi. Menurutnya dari informasi yang didapat bahwa bukan gedung gerejanya yang dirusak tetapi pos jaga gereja. Kemudian juga pelakunya adalah para "preman" yang ingin mendapatkan jatah uang karena ada pembangunan gereja tersebut. Sehingga pengrusakan ini semata-mata karena kriminal biasa tidak ada muatan ideologi didalamnya, menurutnya. Inilah yang menjadi penting dalam mengumpulkan data harus benar-benar objektif melihatnya.

Tapi sayang tidak semua peserta yang hadir mendapatkan dokumennya laporan untuk dapat dipelajari dirumah. Menurut panitia karena tidak mencetak dalam jumlah yang "cukup" bagi peserta. Panitia akan berjanji mengirimkan via email laporan tersebut kepada peserta yang hadir, kita tunggu kedatangan laporan tersebut.(Toyo/OV)

Read more...

Organisasi Pekerja Sex Indonesia

Banyaknya Kasus pelanggaran HAM dan berbagai ketidakadilan serta stigma ganda terhadap Pekerja Seks. Juga melihat fakta bahwa pekerja seks adalah pekerjaan yang sangat rentan tertular IMS, HIV & AIDS, pekerjaan yang dianggap kriminal sehingga dilakukan secara sembunyi-sembunyi, sulit dipantau dan dibantu, menjadikan pekerja seks sebagai korban-korban yang mengalami multiple problems ---> dianggap kriminal, didiskriminasi, tidak diakui oleh pemerintah, Kekerasan (fisik/psisikis, seksual serta perbuatan yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat kemanusian, perampasan HAK (pemerasan), tidak ada perlindungan untuk mampu hidup sehat lahir dan batin termasuk perlindungan dari HIV & AIDS. Praktek Rehabilaitasi yang cendrung tidak memanusiakan.

Belum lagi dari sisi moral dan nilai agamis pekerja seks seringkali menjadi momok yang ditunjuk sebagai penyebab meluasnya penyebaran HIV dan AIDS. Dari aspek budaya, adanya budaya tabu, aib dan memalukan dalam memandang pekerja seks adalah kondisi yang membuat pekerja seks semakin termarginalkan. Akhirnya dampak yang ditimbulkan adalah pelanggaran hak asasi dan “pembatasan” akses terhadap kelompok pekerja seks. Selain itu relasi kekuasaan tidak setara mengakibatkan adanya politisasi norma yang kemudian di ikuti pelembagaan norma menjadi hukum positif yang akhirnya menjadi kontra produktif dengan Penegakan Hak Asasi Manusia dan Universal Akses, misalnya lahirnya Undang-Undang Anti Pornografi, dan banyaknya produk hukum (Peraturan Daerah) yang mengkriminalkan pekerja seks.

Meskipun pekerjaan sebagai pekerja seks adalah merupakan pekerjaan tertua sepanjang peradaban manusia, namun selama itu pula belum ada wadah bagi pekerja seks untuk menggalang solidaritas diantara sesama pekerja seks di Indonesia. Lokakarya Nasional Penelitian II tanggal 27 & 28 November 2008 di hotel SAHID Jakarta adalah momentum bangkitnya kesadaran kritis pekerja seks untuk membentuk satu jaringan guna mejawab persoalan yang sering dialami oleh pekerja seks di seluruh Indonesia. Jejaring ini juga dibentuk dalam rangka mengakomodir permasalahan yang ada pada pekerja seks dalam kerangka kesehatan reproduksi, infeksi menular seksual serta HIV dan AIDS. Juga kerangka yang lebih luas yang seringkali dialami pekerja seks, yaitu adanya pelanggaran hak asasi dan pembatasan akses layanan public bagi pekerja seks. Juga pekerja seks menginginkan kelompoknya menjadi pelaku dalam program penanggulangan HIV & AIDS.

Maka setelah itu diinisiasinya PPOPSI (Panitia Pembentukan Organisasi Pekerja Seks Indonesia) sebagai bentuk mulainya partisipasi kelompok pekerja seks dalam setiap peristiwa dan proses penanggulangan HIV dan AIDS serta hal-hal yang terkait didalamnya (pengabilan keputusan/kebijakan , pelaku dan inisiator program) sebagaimana slogan OPSI ”Kita Ada Karena Kita Berjuang”. Hal ini kemudian disusul dengan pertemuan Populasi Kunci Tanggal 16 – 19 Desember 2008 di The Batavia Hotel – Jakarta, kemudian tim perumus telah menyusun draft AD/ART OPSI, lalu sekretariat nasional menyelenggarakan pertemuan Pra Kongres OPSI pada tanggal 27-30 Juli 2009 lalu yang telah diselenggarakan di Puri Jaya hotel Jakarta. Dengan dibacakanya deklarasi OPSI sebagai sebuah gerakan sosial pada hari terahir kongres nasional I OPSI yang telah diselenggarakan di hotel ibis kemayoran pada tanggal 27-31 Oktober 2009 lalu, Pekerja seks telah sampai pada komitmen bahwa kelompok ini adalah stake holder yang punya kepentingan

Hasil Kongres Nasional I Organisasi Pekerja Seks Indonesia(OPSI)

Jumlah peserta Kongres OPSI I adalah 52 orang ditambah tim perumus. Peserta terdiri dari 27 orang peserta perempuan, 15 orang waria dan 10 orang laki-laki. Para peserta ini mewakili 16 provinsi (NAD, Sumut, Sumbar, Pekan Baru, Kepri, Babel, Sumsel, Lampung, Banten, DKI, Jabar, Jateng, Jatim, Jogyakarta, Bali dan NTT) dan dipilih melalui mekanisme konsolidasi dan koordinasi dengan presidium nasional OPSI, LSM – LSM pendamping Pekerja Seks, jaringan populasi kunci serta rekomendasi dari pengelola program KPA Provinsi/kabupaten/ kota masing-masing perwakilan. Peserta yang di pilih masing-masing 3 orang tiap-tiap provinsinya.

Adapun syarat kepersertaanya antara lain:

  1. Pekerja seks yang masih aktif dan senior baik di lokasi maupun di lokalisasi
  2. Bukan mami / mucikari
  3. Waria / Laki-laki yang menjajakan diri
  4. Apabila di daerah tersebut sudah ada program AIDS, maka diutamakan yang sudah pernah terlibat dalam program HIV & AIDS (peer educator)
  5. Memiliki jiwa kerelawanan dan mau bekerja untuk komunitasnya.

Visi dan Misi

Visi OPSI

adalah untuk mewujudkan negara yang menjalankan kewajibannya untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi Hak Asasi Manusia dari Pekerja Seks di Indonesia serta memberdayakan pekerja seks di Indonesia

Misi OPSI

a. Membangun Kesadaran Kritis HAM pada Pekerja seks diseluruh Indonesia.

b. Mendorong Negara dalam melaksanakan kewajibannya akan penegakkan HAM kepada Pekerja seks di Indonesia.

c. Mendorong keterlibatan dalam Pengambilan Kebijakan di segala ASPEK.

d. Menggalang solidaritas dikalangan PS di seluruh Indonesia.

e. Mendorong keterlibatan PS dalam upaya penanggulangan IMS, HIV/AIDS

Nilai

OPSI memiliki nilai :

1. Anti kekerasan,

2. Imparsial,

3. Non diskriminasi,

4. Kesetaraan gender,

5. Pluralisme,

6. Keadilan

7. Transparansi.

Bentuk

Organisasi Pekerja Seks Indonesia (OPSI) adalah organisasi perkumpulan yang keanggotaannya adalah individu. Keanggotaan dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Anggota Biasa (Pekerja seks yang masih aktif)

2. Anggota Istimewa (Mantan Pekerja Seks)

3. Anggota Kehormatan (Terdiri dari orang-orang yang expert/ahli tetapi mendukung dan berpihak kepada pekerja seks.

3 komisi dalam tubuh OPSI adalah:

1. Komisi Organisasi

2. Komisi Pendidikan dan Pengembangan Jaringan

3. Komisi Advokasi

7 orang Presidium Nasional OPSI meliputi 3 region Indonesia

Ketua : Ratu Reza (Banten)

Wakil Ketua : Bagas (Jakarta)

Anggota :

1. Silvia Candra (Pekanbaru)

2. Itje (Kupang)

3. Suryantini (Jawa Timur)

4. Ando Destradarma (Palembang)

5. I Komang Dwi Sastrawan / Mona (Bali)

Keputusan Kongres Menetapkan Ketua Badan Pengurus Nasional OPSI

Ketua : Muhammad Syarif / Pingkan

Sekretaris : Susi Nurti Feriana

Bendahara : T Suryamihari / Arie

Program Koordinator : Ferraldo Saragi

Deklarasi Organisasi Pekerja Seks Indonesia

Menyikapi situasi nasional atas perlakuan pekerja seks nasional yang selalu dimarginalkan dan didiskriminasi oleh sebuah sistem yang tidak memihak pekerja seks, yang bisa dilihat dengan tidak mendapat kesempatan pekerjaan dan akses hidup yang layak untuk mempertahankan hidup. Di sisi lain, tingginya penyebaran HIV di kalangan pekerja seks, serta akses kesadaran yang rendah di kalangan pekerja seks untuk HIV dan AIDS,maka kami dari komunitas perempuan, waria, laki-laki pekerja seks Indonesia membentuk wadah untuk menanggulangi IMS`dan HIV; melawan perlakuan yang tidak menyenangkan, diskriminasi dan tidak memanusiakan manusia. Dengan organisasi yang didirikan di Hotel Ibis pada tanggal 31 Oktober 2009 , bisa berpartisipasi penuh serta dilibatkan dalam segala hal kebijakan yang berdampak pada status pekerjaan dan kehidupan kami. Kami akan selalu ada dan terus berjuang. Untuk meneguhkan sikap kami, maka kami bersumpah :

Sumpah Pekerja Seks Se Indonesia

Kami Pekerja seks Indonesia bertanah air Satu

Tanah air tanpa penindasan

Kami pekerja seks Indonesia berbangsa Satu

Bangsa yang gandrung akan keadilan

Kami pekerja seks Indonesia Berbahasa satu

Bahasa satu bahasa kebenaran

Hidup Pekerja seks Indonesia

Sekian perkenalan dari kami, dengan suatu harapan kita semua member mail-list ini yang notabene adalah penggiat HIV&AIDS atau orang2 yang perduli, bisa saling mendukung dalam penaggulangan HIV&AIDS di tanah air kita tercinta ini. Ahir kata kami ucapkan, SELAMAT TAHUN BARU 2010 untuk kita semua. Semoga tahun 2010 ini membawa kita pada keadaan yang lebih baik dan ini menjadi momentum yang tepat untuk mencipta ide dan gagasan (program) yang berkaitan dengan kemanusiaan dan kaitanya dengan HIV&AIDS. Mohon maaf atas segala salah dan khilaf.


Salam Perikemanusiaan Universal,

Sekretariat Nasional OPSI

Read more...

Dorce Jenguk Gus Dur

>> Sabtu, 26 Desember 2009

Artis Dorce Gamalama mengaku prihatin atas kondisi kesehatan Gus Dur. Artis serba bisa ini menjenguk Presiden RI ke-4 itu di RSCM. Dia sempat mengelus-elus kaki Gus Dur.

"Gus Dur kondisinya bagus. Tadi tidur," kata Dorce di RSCM, Jakarta Pusat, Sabtu (26/12/2009).

Dorce yang terbalut baju warna pink motif kembang-kembang dengan ciput warna pink ini, tidak membawa buah tangan untuk Gus Dur. Dorce menceritakan, Gus Dur tengah sakit gigi.

"Nah kata ibu, Gus Dur itu kena gigi. Habis jalan-jalan darimana gitu, Gus Dur makan enak banget di suatu tempat, trus dia jalan mampir lagi di suatu restoran yang enak banget, nah Gus Dur kena di situ. Kena deh ususnya," papar Dorce dengan gerak-gerik yang kemayu ini.

"Pokoknya, Gus Dur tidak boleh makan yang pedas-pedas. Kita berharap Gus Dur sehat, panjang umur. Alhamdulillah saya tadi masuk ke dalam. Saya elus-elus kakinya," lanjut presenter kondang ini.

Menurut dia, kondisi Gus Dur stabil dan membaik. Tidak ada selang yang melekat di tubuh Gus Dur.

"Saya lihat tidur juga tidak pakai oksigen, nggak pakai infus, nggak pakai jarum-jarum suntikan. Tidurnya saja meluk guling," ujar Dorce sambil memperagakan Gus Dur tengah memeluk guling.

Di mata Dorce, Gus Dur adalah seorang guru. "Meski Gus Dur hanya sebentar menjadi presiden, tetapi dia dicatat dengan tinta emas. Kalau Gus Dur tidak ada, jujur orang yang pertama kehilangan adalah saya. Saya pernah kehilangan guru. Namanya Gus Ni. Itu saya betul-betul kehilangan, kiai besar tetapi mencintai saya tanpa melihat siapa saya," beber Dorce.

http://id.news.yahoo.com/dtik/20091226/tpl-jenguk-ke-rscm-dorce-elus-elus-kaki-b28636a.html

Read more...

Salam Kasih Dihari Natal

>> Jumat, 25 Desember 2009

Pesan natal sebagai hari yang penuh kasih bagi umat manusia selalu menjadi pesan sendiri bagi umat kristiani khususnya. Bagaimana pesan kasih benar-benar dapat dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi kelompok yang terpinggirkan secara sistematis, seperti kelompok homoseksual. Berikut wawancara Toyo dan Ricky (Ourvoice) bersama Suster Inosencia dari Maumere ( Nusa Tenggara Timur) disela-sela acara Komnas Perempuan dalam ”Memecah Kebisuan Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan, Mari Rayakan Aktivisme Perempuan” (29/11/09) di Auditorium Gedung BPPT, jl Thamrin Jakarta Pusat.


Apa pandangan khatolik terhadap gay?

Yesus sendiri tidak membedakan manusia walaupun mereka dikatakan sebagai perempuan pelacur. Justru Yesus pergi kesana dan makan bersama dengan mereka yang disingkirkan oleh masyarakat sebagai pendosa. Karena Yesus datang untuk itu. Yesus tidak membedakan siapapun. Misalnya ada seorang penjahat yang waktu Yesus disalibkan mengolok-olok, mencemoohkan, tapi Yesus kemudian mengampuninya. Jadi tidak ada alasan kaum homoseksual untuk ditolak. Jadi disini gereja tidak hanya sebagai suatu institusi, suatu kelembagaan atau gedung. Tetapi disini harus melihat dari sisi nilai kemanusiaan. Tidak ada degradasi manusia di mata tuhan. Semua manusia itu sama sederajat, punya martabat yang sama.


Bagaimana dengan diskriminasi terhadap homoseksual?

Kita harus melihat fokus diskriminasi disini dalam hal apa? Kalau melihat sebagai keseluruhan manusia, manusia mempunyai martabat yang sama. Disini kita tidak bisa membuat suatu perbedaan ataupun pemurtadan terhadap orang ini. Paus juga tidak setuju diskriminasi dan kekerasan dilakukan oleh siapapun. Kita tidak bisa melihat manusia dari status atau profesi seseorang. Sehingga tindakan kekerasan atau diskriminasi itu ditentang oleh Paus.


Bagaimana cara mengurangi kekerasan terhadap homoseksual?

Memang ini sangat sulit dan juga tidak bisa hanya didiamkan saja. Tetapi saya pikir harus ada metode-metode tertentu untuk pendekatannya. Karena ini persoalan yang sangat tertutup dan tidak mungkin membuat kelompok orang untuk mendatanginya. Sehingga perlu membuat satu cara bagaimana keluarga bisa membicarakan soal ini, memang itu butuh proses. Dan ini tidak mungkin satu kali ketemu kemudian membuat satu kesimpulan. Supaya kita tidak melakukan penghakiman pada kelompok homoseksual.


Sejauh ini bagaimana pembahasan homoseksual di gereja?

Untuk saya secara pribadi belum pernah diskusi soal ini. Walaupun saya mengajar untuk seminari, belum pernah ketemu atau mendiskusikan persoalan homoseksual. Menurut saya persoalan homoseksual tidak harus ditutup-tutupi untuk didiskusikan. Tapi sayangnya selama dari pengalaman saya belum banyak dibicarakan soal homoseksual di gereja, khususnya

didalam kekhatolikan.


Apakah gereja menerima seorang homoseksual yang ingin beribadah?

Dalam ajaran khatolik harus menerima siapa saja yang datang. Seorang homoseksual di gereja khatolik tidak dilarang untuk beribadah. Karena kalau masuk dalam suatu gereja itu hubungannya dia secara pribadi untuk memilih satu agama. Memang khatolik sampai saat ini dalam ajarannya belum menerima homoseksual secara ”utuh”. Tetapi itu menjadi satu tantangan sendiri di Pastoral untuk membuka wawasan gereja soal realita homoseksual. Karena gereja juga perlu membuka diri melihatnya dengan kritis dalam persoalan homoseksual sebagai bagian dari manusia. Karena itulah esensi dari ajaran Yesus, cinta kasih kepada sesama.

Read more...

Rwanda Kriminalisasi Homoseksual

>> Rabu, 23 Desember 2009

Di tengah-tengah kecaman dunia terhadap kebijakan "Anti-Homoseksual" yang akan disahkan oleh pemerintah Uganda dengan hukuman mati, Rwanda ternyata menyiapkan undang-undang serupa.

Pada hari Rabu ini (16/12), parlemen Rwanda akan menanda tangani sebuah undang-undang pidana baru yang mengkriminalkan homoseksual dengan hukuman antara 5 hingga 10 tahun penjara. Serta denda dimulai dari 200.000 RwF (Rwanda Francs) hingga 1.000.000 RwF (Atau sekitar US$350 - US$1750). Padahal pendapatan rata-rata pertahun di Rwanda hanya sekitar US$350.

Selain itu pula, kata-kata yang dipergunakan dalam undang-undang itu adalah:

"encourages or sensitizes"
Ini berarti, tidak hanya homoseksual saja. Tetapi psikiater yang merawat homoseksual, aktivis LGBT, aktivis HIV/AIDS, pegawai rumah sakit yang merawat homoseksual, atau bahkan anggota keluarga dan teman LGBT juga bisa menerima hukuman yang sama. Pada dasarnya, UU ini sama dengan UU di Uganda walaupun kata-katanya terdengar lebih halus.

Bunyi dari artikel 217 yang akan ditandatangani parlemen ini adalah sebagai berikut:

Quote:
"Any person who practices, encourages or sensitizes people of the same sex, to sexual relation or any sexual practice, shall be liable for a term of imprisonment ranging from five (5) to ten (10) years and fine ranging from Two Hundred thousand Rwanda Francs (200.000 RwF) to one million (1,000,000)Rwanda francs.”

Quote:
Semua orang yang melakukan, mendukung atau memaklumi orang yang berhubungan seks sesama jenis atau kegiatan seksual lain sesama jenis, akan dihukum hukuman penjara mulai dari lima (5) hingga (10) tahun dan denda mulai dari Dua Ratus Ribu Rwanda Francs (200.000 RwF) hingga Satu Juta (1.000.000 RwF)


Selain itu pula, hal ini pun semakin memperberat posisi Rick Warren, karena dia memang dekat dengan kedua pemimpin Uganda dan Rwanda ini. Organisasi keagamaan pimpinan Rick Warren PEACE memang menjadi organisasi keagamaan yang paling berpengaruh di kedua negara ini. Bahkan, dari hasil audit keuangan ditemukan bahwa organisasi tersebut memberikan sumbangan terus menerus kepada kedua pemimpin negara ini (Uganda dan Rwanda).

Read more...

Gay Dan Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan

>> Minggu, 20 Desember 2009


Penghentian segala bentuk kekerasan terhadap perempuan bukan hanya menjadi "wilayah" perempuan. Tetapi peran laki-laki juga menjadi strategis sebagai aktor untuk berkontribusi dalam melakukan kampanye dan tindakan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Hal itu yang diangkat dalam diskusi pada louncing Jurnal Perempuan di Gedung Departemen Pendidikan Nasional, Jl. Sudirman Jakarta Selatan (17/12/09). Acara ini mengangkat soal tema yang ada dalam jurnal perempuan edisi 64 yang bertanjuk "Saatnya Bicara Soal Laki-Laki".

Diskusi kali ini dihadirkan dua narasumber laki-laki, Nur ahmad (redaksi swara Rahima/Dosen kajian Islam STIE Ahmad Dahlan) dan Eko Bambang Subiyantoro (Staff FNS/Koordinator gerakan laki-laki baru) dengan dimoderatori oleh Syaldie (Jurnal Perempuan). Selain itu hadir juga Gadis Arivia (pendiri Jurnal Perempuan).

Sekarang ini telah ada jaringan nasional laki-laki untuk menghentikan segala bentuk kekerasan yang dinamakan dengan "Jaringan Laki-laki baru". Jaringan ini sudah ada di 5 propinsi diseluruh Indonesia. Jaringan ini ditegaskan oleh Eko (salah satu inisiator) bahwa lahir dari keberhasilan gerakan perempuan mengkampanyekan penghapusan terhadap perempuan yang selama ini dilakukan. Jadi jaringan ini bukan sebagai saingan gerakan perempuan tetapi bersama-sama menghapuskan kekerasan terhadap perempuan.

Keanggotaan jaringan ini berasal dari individu dan organisasi diseluruh Indonesia tanpa melihat latar belakang apapun. Sehingga laki-laki siapapun baik heteroseksual, homoseksual ataupun biseksual dapat menjadi anggota jaringan ini. Kegiatannya adalah melakukan kampanye dan pendidikan kepada semua masyarakat khususnya laki-laki untuk berperan serta dalam menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Menurut Eko bahwa selama ini jaringan ini selalu di"stigma" bahwa laki-laki tergabung adalah seorang yang banci ataupun seorang gay di jaringan ini. Padahal jaringan ini tidak akan pernah mempermasalahkan siapapun yang bergabung, mau dia seorang gay atau bukan, tegas Eko.

Dalam hal ini kelompok gay sendiri juga bisa memberikan kontribusi dalam menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Misalnya fakta yang terjadi sampai sekarang banyak seorang gay atau biseksual memutuskan untuk menikah dengan seorang perempuan tetapi pada sisi lain tetap melakukan hubungan atau perselingkuhan dengan pasangan laki-lakinya.

Hal ini menjadi tanggungjawab kelompok gay untuk mulai mendiskusikan bersama apa sebenarnya kekerasan terhadap perempuan. Memang kalau melihat persoalan gay yang "memutuskan" menikah dengan perempuan ada banyak faktor. Misalnya karena sistem sosial dan negara yang masih belum menerima keberadaan orientasi seksual selain heteroseksual. Sehingga karena tuntutan atau alasan lainnya seorang gay akan menikah dengan perempuan dan memiliki anak. Padahal satu sisi perempuan dan anaknya tidak tahu sama sekali soal orientasi seksual suami dan bapaknya. Dalam konteks ini bukan hanya perempuan (istri) dan anak saja yang menjadi korban. Tapi seorang gay itu sendiri dan pasangan gay nya juga menjadi korban baik secara langsung maupun tidak langsung dari sistem sosial yang homophobia.

Sehingga berangkat dari situlah kelompok gay dapat memberikan kontribusi dalam penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Misalnya untuk mendorong seorang gay terbuka dengan istri dan anaknya akan identitas seksual yang sebenarnya. Atau memutuskan dengan tegas untuk tidak akan menikah atau komitmen dengan perempuan lain. Memang hal ini butuh diskusi dan dialog yang sangat panjang. Karena kelompok gay sendiri punya banyak masalah soal identitas seksualnya terutama untuk persoalan pribadinya sendiri.

Ini menjadi sangat strategis untuk gerakan gay mengembangkan jaringan yang lebih besar lagi dari gerakan orientasi seksual. Bahwa gerakan seksualitas bukan semata-mata pada gerakan gay atau lesbian saja. Tetapi dapat cross cutting isue dengan gerakan lainnya. Sehingga garis perjuangannya mendapatkan benang merahnya sebagai gerakan kemanusiaan yang lebih besar.(Toyo/OV)

Read more...

Berjuangan Tanpa Batas (Refleksi Ibu Musda Mulia)

>> Jumat, 18 Desember 2009



Acara kali ini dinamakan Tasyukuran dan Refleksi: Prof.Dr.Siti Musdah Mulia(51 tahun) , yang telah mendapatkan penghargaan sebagai "Women of the year 2009". Penghargaan ini diberikan oleh The International Prize for the women of the year yang dibentuk tahun 1998 oleh Regional of Aosta Velley bekerjasama dengan pemerintahan Italy. Acara syukuran ini dilaksanakan oleh Yayasan Paramadina 17 Desember 2009 di Plaza I Pondok Indah Jakarta Selatan.

Acara syukuran kali ini semuanya atas inisiasi Yayasan Paramadina dengan dukungan kerabat dari Ibu Musda. Mulai dari persiapan sampai susunan acara. Sehingga ibu Musda sendiri tidak banyak memberitahu kepada teman-teman sebagai bentuk maafnya. Acara dimulai dengan makan bersama, pemutaran film tentang Ibu Musda, pemotongan tumpeng, refleksi atau renungan dari Ibu Musda, testimoni dan diakhiri oleh doa.

Sebelumnya Regional of Aosta Velley sejak tahun 1998 telah memberikan penghargaan kepada 11 perempuan diseluruh dunia yang telah mengabdikan hidupnya untuk kemanusiaan. Penghargaan ini diberikan untuk tokoh perempuan yang diakui kiprah dan kompetensi dalam profesinya yang telah memberikan sumbangan nyata dalam upaya pemberdayaan perempuan.

Prof.Siti Musda Mulia juga sebelumnya pernah mendapatkan penghargaan antara lain; GTZ Award (Jerman), Tribute to the women Award, International women of courage Award (USA,2007), Yap Thiam Hien Human Rig(2008). Selama ini kiprah Siti Musda Mulia selain sebagai staff pengajar di Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, ketua umum International Conference on Religion and Peace(ICRP) juga sebagai aktivis pejuang kemanusiaan digarda depan. Sudah banyak pemikiran-pemikirannya dituangkan dalam bentuk artikel maupun buku-buku. Minimal sampai sekarang sudah ada sekitar 16 buah buku dihasilkan dari pemikiran perempuan ini. Selain juga menulis puluhan ensiklopedia berkaitan dengan Islam.

Kerja-kerja yang dilakukan Ibu Musda Mulia selain sebagai seorang pemikir juga sebagai aktivis yang "getol" mengkampanyekan pendidikan pluralisme dan multikulturalisme bagi masyarakat. Ibu Musda Mulia menikah dengan Prof. Ahmad Thib Raya dan telah dikaruniai dua orang putra, Albar dan Alham.

Seperti yang terdapat dalam buku "kecil" yang dibagikan kepada para tamu, Ibu Musda bekerja untuk kemanusiaan telah melewati batas-batas / sekat kelompok dan primodialisme. Bukan hanya meyuarakan untuk hak-hak kebebasan beragama tetapi juga memperjuangkan penghormatan hak bagi kelompok homoseksual. Isu yang masih sangat kontroversi dikalangan pemuka agama maupun masyarakat. Keberanian Ibu Musda menjadi ulama perempuan yang terus mengkampanyekan bahwa kebebasan orientasi seksual seseorang adalah bagian dari hak asasi manusia. Mendiskriminasikan kelompok homoseksual, biseksual maupun waria justru telah mengingkari ajaran Islam itu sendiri. Pendapat ini banyak mendapatkan tantangan banyak pihak tetapi Ibu Musda Mulia menilai bahwa ini adalah konsekuensi dari sebuah perjuangan.

Ibu Musda menegaskan bahwa inilah tugas saya yang diamanatkan kepada Allah SWT untuk berbuat kebaikan kepada manusia lainnya di muka bumi ini. Baik itu untuk kelompok homoseksual, pekerja sex, ODHA, kelompok Ahmadiyah maupun kelompok marginal lainnya.

Pada acara itu dihadiri oleh ratusan orang dari berbagai kelompok, mulai dari keberagaman agama,suku sampai pada orientasi seksual. Pada acara kali ini yang memberikan testimoni untuk ibu Musda bukan saja suaminya tetapi juga dari pandangan kelompok lain seperti perempuan maupun kelompok homoseksual. Ini menunjukkan bahwa ibu Musda berjuang tanpa pernah melihat latar belakang seseorang. Manusia yang lemah menjadi sebuah kewajiban untuk dibela.

Dari hasil wawancara dengan ibu Musda ada keinginan dan cita-cita kedepan untuk membuat tafsir Alquran yang menggunakan pandangan perempuan. Karena menurut Ibu Musda Mulia tafsir Alquran yang ada sekarang ada masih sangat bercorak partriarki. Perempuan masih dianggap manusia yang tidak setara haknya dengan laki-laki. Sehingga tafsir yang saya cita-citakan adalah tafsir yang menggunakan pengalaman perempuan sebagai basis dalam menafsirkan teks-teks Alquran. Diharapkan kedepannya tafsir tersebut dapat dijadikan bahan kajian bagi setiap orang yang peduli terhadap hak perempuan dan kelompok marginal lainnya.

Tuduhan sebagai orang yang meyimpang dari ajaran Islam sampai tuduhan kafir selalu ibu Musda terima. Tetapi Ibu Musda meyikapinya dengan mengatakan bahwa mungkin orang-orang tersebut tidak memahami dengan apa yang sedang saya perjuangkan, ungkapnya. Menurut suaminya( Prof. Ahmad Thib Raya ) bahwa Ibu Musda adalah orang yang selalu melaksanakan sholat tahajjud setiap malam dan juga melaksanakan sholat duha pada pagi hari sebelum berangkat kantor.

Pada penghargaan ini Ibu Musda mendapatkan hadiah sebesar 50.000 euro yang diberikan dalam bentuk program kegiatan untuk kemanusiaan oleh panitia. Dalam orasinya ibu Musda menceritakan proses peyeleksian. Panitia mencari perempuan diseluruh dunia dari berbagai latar belakang. Dari 127 nominator disaring menjadi 36 orang dari 27 negara. Setelah itu diseleksi lagi menjadi 3 orang yang dihadirkan pada acara puncak di Aosta Italy. Mereka adalah Musda Mulia (Indonesia), Aiche Ech Channa (Maroko) dan Mary Akrami (Afganistan). Ketiga orang tersebut masih mengikuti proses seleksi lagi salah satunya berdiskusi dengan anak-anak pelajar sekolah dasar dan menengah di Italy. Tapi sebelumnya ibu Musda diminta memberikan kuliah umum soal pandangan Islam tentang hukuman mati. Memang menurut ibu Musda bahwa banyak pertanyaan panitia seputar dengan hukuman mati dalam konteks Islam. Menurut Ibu Musda bahwa menjadi tepat bahwa penghargaan ini menjadi sebuah renungan bagi kita semua tentang makna pengabdian kepada kemanusiaan. (Toyo/OV)

Read more...

“Pentingnya peningkatan Response HIV bagi GWL di Indonesia”


Pada hari kamis lalu (17/12), telah diadakan acara yang melakukan kegiatan peringatan HAS yang spesifik bagi gay, waria dan lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki lain (GWL) dari UNAIDS.

Acara yang bertempat di Gedung Pertemuan D Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta ini mempresentasikan tentang adanya penurunan penggunaan kondom pada GWL dilihat dari tahun 2004-2007. Saat ini Indonesia merupakan negara yang penyebaran penyakit IMS tertinggi di asia. Ditambah lagi dengan investasi penanggulangan HIV di asia tenggara yang kurang dari 5%. Ditambah lagi dengan banyaknya GWL yang melakukan hubungan gonta ganti pasangan, menjual diri dan membeli tanpa dilandasi kesadaran memakai kondom. Di takutkan jika tidak di tanggulangi ditakutkan akan menambah infeksi IMS dan HIV AIDS pada GWL di Indonesia.

Diskusi yang melibatkan berbagai perwakilan yang diantaranya dari KPAN, GWL-INA, Gaya Nusantara Surabaya, Pemerhati ISu HIV bagi GWL, Yayasan IGAMA Malang dan Yayasan Srikandi Sejati ini menyatakan berbagai tantangan yang antara lain terbatasnya informasi yang sampai ke pada GWL untuk mengakses layanan kesehatan reproduksi, keterbatasan SDM mengurus, Stigma dan diskriminasi terhadap GWL di masyarakat. Serta belum adanya budaya penggunaan kondom untuk menanggulangi penyebaran IMS dan HIV AIDS. Salah satu cara untuk menanggulangi itu adalah mengembangkan skala program GWL agar setiap GWL dapat mengakses layanan untuk pemeriksaan IMS dan VCT diiringi sosialisasi agar masyarakat dapat bertoleransi, menerima dan menyetarakan GWL. Selain itu dengan penyediaan informasi tentang akses pemeriksaan IMS dan HIV yang salah satunya melalui media internet seperti www.IGAMA.org, www.Itsmylifeclub.com.
Pembicara :
• Ibu Nafsiah Mboi – Sekretaris KPAN (berhalangan hadir dan diwakili ibu Wenita)
• Tono Permana – Kornas GWL-INA
• Pak Dede Oetomo – Gaya Nusantara Surabaya
• Steve Wignal – Pemerhati ISu HIV bagi GWL
• Muhamad Thohir – Yayasan IGAMA Malang
• Ienes Angela – Yayasan Srikandi Sejati (digantikan Lenny)

(Riky/OV)

Read more...

Waria Kecewa Deklarasi Remaja Pada HAS 2009

>> Rabu, 16 Desember 2009

Dua orang Waria Pingkan dan Ienes Angela kecewa perwakilan remaja waria tidak diikutsertakan dalam pembacaan deklarasi remaja pada peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) yang dilaksanakan di Kantor Wakil Presiden Republik Indonesia 15 Desember 2009.

Menurut Pingkan padahal kita sedang bicara pemenuhan hak asasi manusia tetapi pada hari ini kita bisa lihat waria sama sekali tidak dianggap sebagai warga negara dengan identitasnya sendiri. Padahal UU Dasar 45 sudah jelas bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan keadilan.

Kita tahu bahwa bicara jenis kelamin bukan hanya lak-laki dan perempuan tetapi ada identitas lain, waria. Perjuangan yang dilakukan selama bertahun-tahun untuk meyebutkan waria sebagai identitas menjadi ”sia-sia” saja. Menjadi mundur semua ketika waria dianggap dapat direpresentatifkan oleh jenis kelamin mainstrem (laki-laki dan perempuan).

Pada sisi lain Ienes(aktivis hak waria) mengakui bahwa pidato yang disampai oleh Wakil Presiden RI Prof.Boediono pesannya sangat baik tetapi tidak begitu yakin dapat diterapkan oleh pemerintah soal universal akses bagi semua terutama bagi kelompok waria yang masih kuat mendapatkan diskriminatif oleh negara dan masyarakat.

Menurut ketua pelaksana HAS bapak Dr.H.Adang Bachtiar,MPH.ScD bahwa keterwakilan dua remaja (laki-laki dan perempuan) sebagai sesuatu yang normative. Kekecewaan waria tersebut menurut ketua pelaksana memang setiap keinginan itu banyak tetapi dapat diakomodir dalam kegiatan kedepannya. Walau Azella Sarah mahasiswa dari perwakilan remaja mengakui bahwa ada identitas lain selain laki-laki dan perempuan, yaitu waria. Menurut ketua pelaksana sebelumnya sudah ada kesepakatan antara panitia dengan ”populasi gembok” (istilah untuk pengganti populasi kunci) siapa remaja yang akan membacakan deklarasi tersebut.

Kita tahu selama ini selalu didengung-dengungkan oleh semua pihak bahwa keterlibatan “populasi gembok” menjadi penting dalam penanggulangan HIV dan AIDS. Tetapi untuk acara yang semestinya menjadi ruang politis bagi “populasi gembok” dalam hal ini waria malah semakin meneguhkan bahwa waria tidak ada akses dalam ruang yang sangat strategis ini. Waria tidak lebih menjadi “penonton budiman” dalam puncak acara HAS 2009 kali ini.

Belum lagi kartu undangan yang dibuat oleh panitia HAS tertulis aturan berpakaian hanya meyebutkan dua jenis kelamin saja (laki-laki dan perempuan). Ini juga menjadi kekecewaan Pingkan sebagai waria. Memang ini sesutau yang dianggap ”kecil” tetapi justru dapat dilihat seberapa sensitif kita terhadap pihak lain?(baca waria).

Menjadi sebuah pertanyaan bahwa selama ini selalu mengkampanyekan waria sebagai sebuah identitas tersendiri (bukan laki-laki dan juga bukan perempuan). Bahkan dalam laporan yang dibuat oleh KPAN sudah memisahkan dengan jelas laki-laki,perempuan dan waria. Tapi kali ini ketika harus berhadapan dengan pemimpin bangsa (baca:wakil Presiden RI), identitas waria harus ”disembunyikan” karena dianggap sebagai sesuatu yang tidak normatif.

Sehingga tidak berlebihan jika para penggiat HIV dan AIDS kedepannya dapat melakukan refleksi bersama seberapa jauh makna dan arti pelibatan ”populasi gembok”(baca waria) dalam penangulangan HIV dan AIDS? . Apakah hanya menjadi jargon yang selalu diusung-usung kemanapun oleh para pejabat publik? Padahal sebenarnya kita masih belum menerima keberadaan waria sebagai sebuah identitas sendiri. Minimal dapat terlihat pada saat puncak acara HAS 2009 kali ini. (Toyo/OV)

Read more...

Curhat Seorang Sahabat

>> Senin, 14 Desember 2009

Dari: Mr X
Judul: Need an Advice
Kepada: jam_gadang2003@yahoo.com
Tanggal: Minggu, 13 Desember, 2009, 6:24 AM

Hi,

Sebelumnya terima kasih sudah membaca email ini. saya tahu Anda dari beberapa mailing list dan melihat web our voice. Saya bermaksud curhat beberapa hal yang saya alami, terkait dengan orientasi seksual saya sebagai gay. Oh ya, nama saya Iwan (nama samaran) dan maaf, sekali email langsung curhat, harap tidak keberatan.

Sudah sekitar 5 tahun saya meyakini bahwa saya seorang gay (umur saya 26 tahun sekarang). Selama itu pula saya berusaha meredam perasaan saya jika saya jatuh cinta pada seorang pria. Selama itu, saya tidak menghadapi masalah, hingga sekarang saya mulai merasa lelah kalau harus menyembunyikan perasaan saya. Saya merasa berhak untuk mengekspresikan rasa cinta saya, berhak mendapat kesempatan untuk meraih orang yang saya cintai dan berhak untuk menikmati cinta, seperti halnya orang umumnya.

Saat ini, saya sedang jatuh cinta pada seorang teman kos. Awalnya, saya berusaha untuk tidak menggubris perasaan itu, tapi lama-lama saya tidak tahan karena kita berhadapan setiap hari. Saya harus berdebar-debar setiap hari kalo harus berhadapan, atau merasa lemas dan lelah kalau harus menghindar darinya.

Akhirnya, saya beranikan untuk melakukan pendekatan.
Saya jadi sering main ke kamarnya dan begadang hampir tiap malam. Dalam seminggu ini, saya sudah mengajaknya nonton film, beli pizza, wisata kuliner dan lainnya, hanya berdua. Saya merasakan senang karena bisa bersamanya tetapi sekaligus bingung.

Kebingungan pertama adalah, apakah dia seorang gay? Kebingungan saya didasari beberapa hal;

Pertama respon dia terhadap tindakan yang saya lakukan. Beberapa kali, karena saya tidak tahan untuk mengekspresikan rasa cinta saya, saya sering membelai rambutnya, mengelus dahinya, iseng mencabut bulu kaki dan sebagainya. Ketika diperlakukan begitu, dia tidak merasa risih (saya berpikiran, umumnya pria akan merasa risih dan minta untuk di stop) tetapi justru dia menunjukkan antusiasme yang sama untuk berbuat yang sama kepadaku. Kedua adalah teman-teman di facebooknya. Memang, kebanyakan temannya adalah perempuan, tetapi diantara sejumlah perempuan itu, tersisip teman-teman lelaki gay yang tidak punya hubungan dekat, misalnya satu tempat kerja (saya mengetahui dari profile-nya dan list teman yang jelas seorang gay). Hal ini jarang dilakukan oleh seorang straight karena biasanya mereka akan menghindari teman-teman gay apalagi yang tidak punya hubungan dekat.

Kebingungan lainnya disebabkan karena dorongan kuat dari diri saya untuk menyatakan cinta. Namun, saya tidak tahu bagaimana harus mengungkapkannya karena saya masih terlalu takut untuk menanggung resiko jika nantinya saya ditolak.

Bisakah Mas Hartoyo memberikan saran atau setidaknya sharing pengalaman agar saya bisa mengatasi hal ini.
Saya sudah lelah menyembunyikan perasaan saya.

Terima kasih.

Mr X

Tangapan Toyo

Bls: Need an Advice

Minggu, 13 Desember, 2009 07:41

Dari:

Kepada: Mr X

Terima kasih sebelumnya sudah mau menulis email kepada saya.

Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Iwan sekarang. Bagaimana sulitnya kita sebagai seorang gay mengungkapkan perasaan kepada orang yang kita sayangi dan cintai. Ada rasa takut dan bingung, tapi yang paling takut adalah kehilangan dia kalau seandainya ditolak. Itu sebenarnya hal yang biasa dihadapi oleh kebanyakan orang, hanya kalau konteks homoseksual akan lebih rumit lagi. Karena bagaimana kalau dia tahu dan kemudian memberi tahu kepada banyak orang, tentang status Iwan. Karena ada banyak gay yang belum siap untuk itu. Tentu bukan saja malu kepada teman-teman, keluarga tetapi juga akan memberikan dampak psikologis bagi diri kita sendiri. Hal-hal seperti inilah yang membuat teman-teman gay memilih untuk diam dan memendam rasa itu. Memang hanya dengan cara itu lah salah satu cara untuk bisa bertahan terhadap sulitnya diskriminasi yang diterima oleh kelompok homoseksual. Dalam dunia yang penuh dengan norma heteroseksual.

Menurut saya, cinta adalah masalah rasa dan segala hal yang ada didalamnya.
Cinta itu tidak akan pernah bisa dipaksakan oleh pihak manapun. Cinta bisa tumbuh kapan saja dalam ruang waktu yang berbeda-beda. Cinta tidak pernah melihat latar belakang sosial, agama, suku sampai jenis kelamin. Orang-orang selama ini "memaksakan" bahwa ”cinta” hanya bisa terjadi melalui hubungan heteroseksual (laki-laki dengan perempuan). Tapi faktanya tidak begitu. Seperti yang dialami oleh Iwan sekarang mencintai teman kos yang sudah jelas adalah seorang laki-laki.

Dalam konteks ini saya "bersyukur" Iwan sudah "damai" dengan seksualitas sendiri. Artinya mengakui bahwa dirinya adalah seorang gay. Itu satu point penting untuk memudahkan melihat persoalan ini. Karena ada banyak orang (baca homoseksual) belum bisa menerima diri sendiri sebagai seorang homoseksual. Sehingga tidak jarang kemarahan dan kebencian selalu dilontarkan pada diri sendiri. Orang-orang seperti inilah yang sebenarnya mengalami gangguan kejiwaan. Sama dengan orang yang menilai bahwa homoseksual adalah sebuah gangguan jiwa.


Sehingga situasi ini yang membuat semakin rumit. Bahkan hal ini yang sering membuat seorang homoseksual mengalami depresi berat. Sehingga banyak yang akhirnya memutuskan untuk menikah dengan perempuan, dengan alasan untuk "menghindari/meyembuhkan" cinta yang sebenarnya ada dalam diri kita.

Tapi untungnya Iwan sudah berani meyatakan bahwa saya adalah seorang gay. Menurut saya ini adalah hal yang luar biasa bagi Iwan. Dalam hal ini bukan berarti kalau misalnya Iwan memilih menjadi heteroseksual sesuatu yang salah? Dalam hal ini Iwan telah menentukan yang terbaik menurut diri sendiri atau hati nurani dengan siapa saya harus bercinta.

Kembali ke persoalan Iwan, saya sendiri belum bisa menentukan sebenarnya apakah temanmu seorang gay, biseksual atau heteroseksual? Saya sendiri punya keyakinan bahwa sebenarnya seksual seseorang itu sangat cair. Artinya bahwa orang bisa saja "berubah" orientasi seksualnya dari heteroseksual menjadi homoseksual, ataupun sebaliknya. Semua itu bisa dilakukan oleh siapapun kalau ada dukungan lingkungan baik secara sadar maupun paksaan. Seperti sekarang ini yang sedang terjadi dalam kehidupan kita, setiap manusia secara sistematis dipaksa menjadi seorang heteroseksual. Suka ataupun tidak, harus suka. Baik dilakukan oleh sistem budaya,tafsir agama sampai negara.
Jika ada yang berbeda maka akan dianggap tidak bermoral atau sebagai pendosa.

Perubahan orientasi seksual seseorang, apakah karena memang semua orang dilahirkan sebagai biseksual? atau sebenarnya orientasi seksual hanya sebuah kontruksi sosial (baca dibentuk oleh masyarakat)? Sehingga semuanya bisa dikontruksikan kembali. Ini yang harus dicari tahu melalui kajian mendalam lagi. Karena sampai sekarang masih menjadi perdebatan oleh banyak orang. Apakah orientasi seksual itu given (biologis) atau sebuah kontruksi? Mungkin Iwan berpikir sangat sulit mengubah seorang homoseksual menjadi heteroseksual atau juga sebaliknya. Berangkat dari diri Iwan sendiri. Begitu juga apa yang saya rasakan. Tapi bukan berarti saya harus meminta Iwan menjadi heteroseksual atau homoseksual.


Karena saya punya keyakinan bahwa seksualitas itu cair, sehingga saya yakin bahwa teman Iwan juga cinta secara seksual kepada Iwan. Baik awalnya sebagai teman lama kelamaan sebagai pacar (hubungan sejenis). Memang hal ini bukan hal yang mudah kalau ingin "merubah" seksualitas seseorang. Semua tergantung bagaimana membangun cinta itu dan lingkungan yang dibentuk. Ini kalau kita berasumsi bahwa teman Iwan adalah seorang heteroseksual.

Tapi kalau orang yang Iwan cintai adalah seorang homoseksual, situasi ini menjadi lebih "mudah'. Mungkin saja apa yang dia rasakan juga dirasakannya. Tapi untuk menentukan bahwa dia gay atau bukan hanya dengan melihat dari teman-temannya di facebook tidak sepenuhnya bisa juga. Walau mungkin ini bisa menjadi salah satu indikator.

Sebelumnya saya salut sekali dengan Iwan sampai harus ”memeriksa” semua teman-temannya di FB, artinya Iwan benar-benar berusaha untuk mencari tahu apakah dia seorang gay atau bukan. Ini satu usaha yang luar biasa bagi orang yang ingin mendapatkan cintanya. Tapi sayangnya dikalangan heteroseksual tidak banyak melakukan hal ini. Karena masyarakat sepertinya bahwa semua orang menganggap adalah heteroseksual. Padahal kita tahu sekali ada banyak homoseksual yang memiliki istri dan anak yang membangun keluarga ”bahagia”. Sepertinya orang-orang harus juga mencari tahu apakah pasangannya adalah seorang homoseksual atau bukan?

Saya hanya kasih saran kepada Iwan, sebaiknya sabar dan tenang saja dulu. Biarkan persahabatannya dijalani mengalir saja. Apa yang Iwan lakukan selama ini lakukan saja, tapi ingat jangan sampai Iwan atau dia mengekploitasi satu sama lain. Karena mungkin saja dia tahu Iwan suka dengan dia. Akibatnya dia sengaja membuat Iwan banyak berkorban. Begitu juga buat Iwan, jangan pernah melakukan pemaksaan ataupun tindakan yang melanggar hak-hak orang lain.
Misalnya melakukan pelecehan seksual kepadanya. Ini yang mesti Iwan jaga satu sama lain.

Kalau perhatian dan kasih sayang yang diberikan Iwan selama ini tidak membuat dia canggung atau menikmati apa adanya. Lanjutkan!!!.

Nanti pasti waktunya ada bahwa kalian benar-benar tahu satu sama lain. Akhirnya bagaimana biarlah waktu yang menentukan. Kadang memang cinta tidak harus diungkapkan secara lisan tetapi cinta bisa dilihat dari tindakan.

Kalau misalnya Iwan ingin meyatakan langsung kepadanya. Silakan saja, hanya Iwan harus siap dampaknya kalau dia menolak ataupun marah. Dia menolak atau marah bukan berarti dia seorang heteroseksual tetapi mungkin juga dia adalah seorang homoseksual.
Karena bisa saja dia adalah seorang gay yang masih bingung dengan dirinya. Marah dengan dirinya kenapa dia bisa suka dengan sesama jenis. Seperti yang sudah saya jelaskan diatas. Jadi hal-hal ini yang harus Iwan pertimbangkan untuk terbuka kepadanya. Karena resikonya terlalu berat bagi dirimu sendiri maupun dirinya.

Tapi kalau Iwan adalah seorang gay yang terbuka kepada publik menjadi tidak terlalu bermasalah menurut saya. Memang kalau harus jujur akan lebih mudah bersikap selanjutnya. Apakah akan berpisah atau malah pacaran. Tapi bisa juga berpisah tapi kemudian dia juga kangen dengan kamu lagi. Itulah Cinta.

Jadi sekarang semuanya terserah Iwan, apakah harus terbuka dengannya atau biarkan waktu yang akan menjawab. Sambil Iwan terus menjalin "hubungan" dengannya. Yang penting adalah bukan masalah memastikan apakah dia gay atau bukan, tapi apakah dia mau menjalin hubungan dengan Iwan?

Kalau tips saya adalah coba 'arahkan" ke sesuatu yang "berbau" dengan isu homoseksual. Misalnya membaca buku-buku tentang homoseksual, film ataupun cerita-cerita seputar dunia gay. Lihat reaksinya atau bahasa tubuhnya. Mungkin ini cara bisa melihat sikapnya. Kalau dia nyaman artinya peluangnya sangat besar.


Selamat berjuang!!!


Toyo






Read more...