Gay Dan Pancasila

>> Sabtu, 17 Januari 2009

Parlemen ( DPR nya ) Norwegia menyetujui UU pernikahan homoseksual ditambah lagi hak untuk mengadopsi anak untuk gay dan inseminasi buatan untuk pasangan lesbian. Inseminasi adalah memasukkan sperma pendonor ke dalam organ wanita untuk tujuan hamil dan mendapatkan anak. Dengan demikian Norwegia menjadi negara keenam di dunia yang melegalkan pernikahan gay dan lesbian setelah belanda, belgia, kanada, spanyol dan Afrika Selatan. (Sumber Media Indonesia, 13 Juni 2008)


Keputusan Parlemen Norwegia juga diikuti oleh pengadilan tinggi negara bagian California di Amerika. Pernikahan sesama jenis ( same sex marriage ) diputuskan oleh masing – masing negara bagian. California menjadi negara yang telah melegalkan pernikahan homoseksual setelah Massachussects dan San Fransisco di Amerika Serikat.


Dari berita diatas menunjukan bahwa akan semakin banyak negara - negara yang akan melegalkan perkawinan sejenis (Lesbian dan Gay) di Dunia. Terutama negara - negara yang tergabung dengan Uni Eropa. Yang menjadi pertanyaannya mengapa negara - negara Eropa lebih toleran terhadap perkawinan sesama jenis (homoseksual).


Bila kita dapat bandingan Indonesia dan USA, sebenarnya USA hampir sama dengan Indonesia cara pandangan nya untuk homoseksual. Sama - sama konservatif, sama - sama Homophobia..Hanya saja yang membedakan adalah yang satu negara mayoritas Islam dan USA mayoritas Kristen.


Persoalan perkawinan sejenis yang dilegalkan. Jika saya ditanya secara pribadi tidak setuju diharuskannya legal perkawinan tersebut. Karena misalnya jika ada legal hukum perkawinan sejanis, maka semua gay dan lesbian akan menikah dan harus dilegalkan.



Bagi saya ini menunjukkan negara masuk lagi dalam urusan hak - hak individu warga negaranya. Karena perkawinan adalah sebuah perjanjian dua orang manusia yang setara. Mau dilegalkan atau tidak itu adalah sebuah PILIHAN merdeka setiap pasangan bukan sebuah kewajiban yang diperintahkan oleh negara.



Jadi jangan lagi kejadian seperti kasus kelompok heteroseksual di Indonesia. Bahwa semua orang yang menikah (laki – laki dan perempuan ) harus dilegalkan. Kalau ada pasangan hidup bersama (laki – laki dan perempuan) tanpa sebuah ikatan pernikahan “formal” maka akan dikelompokan dalam hal Zina . Dan akibatnya akan dikriminalkan. Memang kalau bicara pernikahan legal tetap dibutuhkan untuk melindungi hak - hak Sipol dan Ekosob pasangan nya. Pada situasi tertentu perkawinan legal membantu bagi seorang yang menikah pada posisi yang lemah. Yang biasanya adalah perempuan. Tetapi apabila perkawinan dilakukan dengan kesetaraan dan keadilan maka sebuah legalitas menjadi sebuah pilihan saja.



Bicara pernikahan gay dan lesbian di negara - negara Eropa memang bukan serta merta didapat seperti membalikan telapak tangan. Sejarah di Eropa yang masa lalu sangat kelam membuat Eropa lebih maju dan banyak belajar soal diskriminasi. Eropa pernah mengalami masih kelam dengan agam, dimana pada saat agama masuk ke ranah - ranah publik (negara teokrasi). Sehingga tokoh - tokoh agama dalam hal ini Gereja banyak mengambil peran dalam ranah politik praktis. Akibatnya situasi negara kacau balau dan banyak terjadi diskriminasi di mana – mana. Semua kepentingan politik selalu mengatasnamakan Tuhan, padahal sebenarnya hanya untuk kepentingan pribadi saja.



Dari sejarah kelam itu, Eropa bangkit dan akhirnya menjadi negara yang lebih moderat dan tidak mau lagi mengulangi kesalahan untuk kedua kalinya. Agama menjadi urusan pribadi masing - masing orang, negara tidak ikut campur dalam keyakinan warga negaranya. Minimal ini yang aku pikirkan soal Eropa.



Kalau untuk Afrika Selatan yang juga merestui perkawinan sejenis. Sepertinya masa diskriminasi Ras dan Etnis di Afrika Selatan menjadi pelajaran berharga bagi warga negara Afrika selatan. Sehingga Afrika Selatan bangkit dan tidak mau melakukan diskriminasi yang lain lagi. Sehingga perkawianan gay dan lesbian direstui menjadi "hadiah" pengalaman buruk negara tersebut. Lansung maupun tidak langsung perjuangan Nelson Mandela sangat berharga bagi gerakan gay dan lesbian di Afrika selatan.



Dari situasi ini bila dilihat dari situasi di Indonesia. Sekarang ini Indonesia sepertinya akan masuk ke massa di mana agama ikut campur di politik praktis (Teokrasi). Indonesia yang katanya negara sekuler dan demokrasi. Tetapi lambat laun sudah mulai menjadi negara yang Teokrasi pada agama mayoritas.



Indikatornya banyak sekali aturan – aturan atau kebijakan terutama di daerah yang bernuansa pada tafsir agama tertentu. Baru - baru ini pada tanggal 30 Desember 2008, DPR RI baru saja mensyahkan UU Pornografi. Yang jelas sekali nuansanya berbau syariat agama tertentu. Mengingkari kebudayaan Indonesia sendiri yang sangat sensual.



Walau secara tegas Indonesia bukan negara agama tetapi negara yang mengakui perbedaan (Pluralis). Perda – perda yang melarang perempuan keluar malam, mewajibkan memakai jilbab bagi perempuan muslim, mewajibkan sholat Jumat bagi laki – laki serta sampai mengkriminalkan kelompok gay dan lesbian seperti pada Perda di Sumsel. Serta kelompok gay yang digolongkan penyimpangan pada pasal 4 ayat UU Pornografi.



Ini jelas sekali Indonesia telah masuk sebuah babak baru yang mengerikan sekali. Babak dimana Indonesia akan masuk pada Teokrasi. Yang anti terhadap perbedaan, bahwa yang berbeda maka akan dibumi hanguskan. Peristiwa di negara – negara Eropa ratusan tahun yang lalu akan masuk di Indonesia sekarang ini. Sudah banyak kita lihat indikasi kelompok – kelompok yang mencoba membalikan Pancasila menjadi negara berbadasarkan Syariat. Baik melalui parlemen maupun non parlemen. Sampai menggunakan kekerasan (seperti kasus 1 Juni 08 di Monas yang dilakukan oleh FPI, HTI dan teman - teman nya itu).



Pola – pola kerjanya pun bermacam – macam. Dari mulai menggunakan rumah – rumah ibadah sebagai tempat syiarnya sampai menggunakan cara – cara kekerasan baik phisik maupun non phisik. Semua yang dilakukan hanya untuk menegakkan kebenaran Tuhan (menurut versi kelompok tersebut).



Pemerintahan Indonesia yang lemah dijadikan alat untuk terus mengembangkan ideologi agama tersebut dimana – mana. Dari mulai Playgroups sampai ke kampus – kampus. Sehingga Kampus – kampus negeri pun sudah menjadi “sarang” kelompok – kelompok yang akan mengubah Pancasila menjadi negara yang berbasis tafsir agama tertentu.



Sekarang ini semua kebijakan negara harus mengacu pada tafsiran tunggal tokoh - tokoh agama. Misalnya kalau Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah bilang Haram dan Dosa maka negara akan mengikuti keputusan itu.



Ini memang menunjukkan bahwa negara sudah sangat lemah sekali sehingga harus tunduk dengan tafsir kelompok agama tertentu. Misalnya untuk konteks homoseksual, selagi MUI memfatwakan haram maka negara akan tunduk. Jadi jika mau bicara legalitas perkawinan gay dan lesbian di Indonesia menjadi sangat sulit dan “gelap”. Tetapi bukan berati tidak bisa, hanya butuh waktu yang lebih panjang sekali.



Mungkin kelompok gay dan lesbian sekarang masih dapat pergi ke pub dan ngumpul – ngumpul bersama dengan sekelompok. Tetapi apabila kita hanya diam dan terlela dengan situasi ini. Maka akan datang jaman barbar bagi kelompok gay. lesbian, perempuan dan kelompok marginal lainnya di Indonesia. Otoritas kebenaran dan kekuasaan semua ada di tokoh – tokoh agama mayoritas. Yang minoritas akan dianggap sesat atau kafir.



Ironis memang pengalaman Eropa tidak pernah menjadi pembelajaran bagi bangsa Indonesia. Kelompok - kelompok agama konservatif yakin sekali bahwa morat - maritnya sistem Ekonomi, sosial, budaya di Indonesia semua akan terselesaikan dengan jawaban SYARIAT ISLAM.



Salam


Toyo

Sekum LSM Our Voice



0 komentar: