Minimnya Akses Bagi ODHA

>> Selasa, 01 Desember 2009

Bertepatan dengan Hari AIDS Sedunia 1 Desember, United National General Asembly Special Sesion(UNGASS) Forum Indonesia sebuah jaringan organisasi masyarakat sipil untuk pemantauan pencapaian komitment pemerintah dalam penanggulangan dan pencegahan HIV dan AIDS Indonesia.

Konferensi pers dilaksanakan 1 Desember 2009 di Kantor Komnas Perempuan jl Latuharhary JKP. Dalam kesempatan itu dihadiri perwakilan dari masing-masing kelompok strategis seperti Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI), Organisasi Pekerja Sex(OPSI), Jaringan Gay,Waria, Laki berhubungan sex dengan laki-laki (GWL-INA), Jaringan Orang Terinfeksi HIV dan AIDS(JOTHI), Jangkar dan juga Ourvoice. Keanggotaan Ungass 14 organisasi dan individu diseluruh wilayah Indonesia.

Pada kesempatan ini Ungass forum menuntut kepada pemerintah Indonesia;

1. Transparan penggunaan dana Global Fund & proses pembuatan keputusan terkait pendanaan domestik maupun dari donor.

2. Meninjau kembali seluruh kebijakan di tingkat nasional & mengubah kebijakan yang memiliki konflik dengan kebijakan lainnya di dalam merespons AIDS.

3. Memfokuskan usaha kepada penguatan sistem kesehatan secara menyeluruh untuk mencapai kualitas layanan AIDS yang bermutu dan berkelanjutan.

4. Menegaskan pentingnya prinsip pelibatan populasi kunci di dalam merespons AIDS yang tercermin di dalam kerangka kerja DepKes & KPAN.

5. Bertindak sebagai penanggungjawab tertinggi harus memastikan setiap warga negara mendapatkan akses Komunikasi-Informasi dan Edukasi yang bersifat konstruktif dan sejalan dengan Hak Asasi Manusia.

6. Pelayanan bagi Pengguna Narkotika Suntik dengan Program Harm Reduction (Pengurangan Dampak Buruk) harus dijadikan sebuah kebijakan berdasar hukum kuat bersifat universal dengan mengedepankan Hak Asasi Manusia serta berlaku menyeluruh di wilayah Indonesia.


7. Pemberi layanan kesehatan seperti akses perawatan, dukungan dan pengobatan bagi orang yang terinfeksi HIV harus ditingkatkan dengan mengutamakan kemudahan akses, keterjangkauan biaya serta layanan yang manusiawi tanpa stigma dan diskriminasi. Diskriminasi yang merugikan kepada kelompok pengguna napza suntik, pekerja seks, lelaki seks dengan lelaki dan waria harus diakhiri karena merugikan penangulangan AIDS.

8. Jaminan Kesehatan yang dikelola oleh pemerintah maupun sektor non-pemerintah harus menjangkau kebutuhan orang yang terinfeksi HIV sebagai salah satu komponen bangsa Indonesia tanpa perlakuan yang membeda-bedakan (diskriminatif). Jaminan sosial sebagai penopang kehidupan orang yang terinfeksi HIV harus diberikan sebagaimana layaknya hak seorang warga negara mendapatkan jaminan sosial tanpa perlakuan yang membeda-bedakan.

9. Semua kebijakan yang tidak produktif dengan hal-hal yang terkait dan menjadi mata rantai epidemi AIDS seperti: Pasal kriminalisasi dalam UU Narkotika, pasal – pasal dalam UU Kesehatan yang tidak mengakomodasikan keberpihakan pada masyarakat miskin dan rentan terinfeksi HIV, UU Pornografi, Perda Kriminalisasi Pekerja Seks yang kontraproduktif serta memangkas kehidupan bermasyarakat, Qanun (Perda NAD) Jinayah harus ditinjau ulang dan diubah untuk mengakomodasikan suara komunitas dan perspektif Hak Asasi Manusia.

10.Pemerintah harus menaruh perhatian lebih serius terkait dengan kondisi epidemi AIDS yang spesifik terjadi di Papua dan Papua Barat. Program dengan senantiasa memperhatikan kearifan lokal harus dijalankan demi menyelematkan kehidupan masyarakat.

11.Pemerintah harus bersungguh-sungguh memegang komitment dalam mencapai Akses Universal dan Millenium Development Goals sebagai suatu bentuk pertanggung jawaban kinerja pemerintah kepada masyarakat Indonesia. Pengendalian kalangan sektor privat dan setiap Departemen secara lebih dinamis harus didesakkan untuk menjamin keberhasilan penanggulangan AIDS.

Menurut Aditya Wardana selaku koordinator forum Ungass, upaya ini sebagai salah satu cara untuk selalu mengingatkan pemerintah Indonesia terhadap kewajibannya, memenuhi hak-hak kesehatan rakyat khususnya kelompok strategis.(toyo/OV)

0 komentar: