Penyiksaan dan Ketajaman Hakim

>> Sabtu, 05 Desember 2009

Bukan hanya pihak peyidik dalam hal ini kepolisian. Hakim dan jaksa penuntut juga harus peduli dalam upaya melawan penyiksaan. Hal itu yang disampaikan dalam kegiatan Lounching Buku berjudul "Melawan Penyiksaan" Manual Untuk Hakim Dan Jaksa Penuntut, karya Conor Foley di Hotel Harris Tebet Jakarta Selatan, 4 Desember 2009.

Acara ini dilaksanakan atas kerjasama Elsam, Komnas HAM dan ssociation for the Prevention of Torture(APT). Buku tersebut adalah hasil terjemahan dari buku asli yang berjudul Reporting Killings as Human Rights Violations. Buku ini diterjemahkan atas kerjasama Elsam, Apt, University of essex dan Foreign & Commonwealth Office London.

Buku ini berisi tentang bagaimana hakim dan jaksa penuntut umum bertindak dalam penanganan kasus -kasus penyiksaan. Berangkat dari kasus-kasus penyiksaan yang terjadi didunia yang masuk di meja pengadilan. Kemudian penulis mengkaitkan dengan perangkat hukum international yaitu konvensi tentang hak asasi manusia maupun konvensi anti penyiksaan. Sehingga akhirnya diramu menjadi satu manual yang mudah dipahami oleh semua orang khususnya hakim dan jaksa penuntut.

Dalam kesempatan ini hadir sebagai narasumber Djoko Sarwoko, Ketua Muda Pidana Khusus Mahkamah Agung RI yang menegaskan bahwa hakim harus benar-benar dapat menggunakan ketajaman naluri dan simpul indikasi telah terjadi pemaksaan dan penyiksaan dalam sebuah perkara.
Kita tahu bahwa selama ini kasus-kasus penyiksaan banyak terjadi bagi kelompok minoritas seperti perempuan, anak, pecandu, pekerja sex, teroris atau kelompok karena orientasi seksual yang berbeda. Tetapi disayangkan sangat sedikit korban yang berani melaporkan kepada pihak berwajib.
Menurut data laporan Komnas HAM tahun 2008 ada 4200 kasus,10% adalah kasus penyiksaan. Angka ini merupakan data fenomena gunung es yang masih banyak tidak terungkap. Alasannya bermacam-macam dari mulai karena takut, tekanan ataupun ketidakpercayaan korban kepada penegak hukum.

Karena selama ini sangat sulit para korban penyiksaan mendapatkan akses keadilan. Selain itu lembaga peradilan kesulitan sekali menindak tegas para pelaku penyiksaan. Karena kita tahu bahwa para pelaku penyiksaan adalah aparat pemerintah dalam hal Polisi, TNI, ataupun aparat pemerintah lainnya seperti Satpol PP. Tetapi penyiksaan juga dapat dilakukan oleh masyarakat sipil yang karena adanya proses pembiaran dari pemerintah. Seperti pada kasus kekerasan dalam rumah tangga maupun buruh migrant.

Sehingga diharapkan buku ini dapat sebagai langkah awal menghentikan segala bentuk penyiksaan serta memberikan keadilan bagi para korban. Dan yang lebih penting lagi ada upaya membangun sistem untuk menghentikan segala bentuk penyiksaan di Indonesia. Sehingga diharapkan Indonesia kedepannya menjadi negara yang bebas dari segala bentuk penyiksaan baik phisik maupun non phisik(toyo/OV)

0 komentar: