Salam Kasih Dihari Natal

>> Jumat, 25 Desember 2009

Pesan natal sebagai hari yang penuh kasih bagi umat manusia selalu menjadi pesan sendiri bagi umat kristiani khususnya. Bagaimana pesan kasih benar-benar dapat dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi kelompok yang terpinggirkan secara sistematis, seperti kelompok homoseksual. Berikut wawancara Toyo dan Ricky (Ourvoice) bersama Suster Inosencia dari Maumere ( Nusa Tenggara Timur) disela-sela acara Komnas Perempuan dalam ”Memecah Kebisuan Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan, Mari Rayakan Aktivisme Perempuan” (29/11/09) di Auditorium Gedung BPPT, jl Thamrin Jakarta Pusat.


Apa pandangan khatolik terhadap gay?

Yesus sendiri tidak membedakan manusia walaupun mereka dikatakan sebagai perempuan pelacur. Justru Yesus pergi kesana dan makan bersama dengan mereka yang disingkirkan oleh masyarakat sebagai pendosa. Karena Yesus datang untuk itu. Yesus tidak membedakan siapapun. Misalnya ada seorang penjahat yang waktu Yesus disalibkan mengolok-olok, mencemoohkan, tapi Yesus kemudian mengampuninya. Jadi tidak ada alasan kaum homoseksual untuk ditolak. Jadi disini gereja tidak hanya sebagai suatu institusi, suatu kelembagaan atau gedung. Tetapi disini harus melihat dari sisi nilai kemanusiaan. Tidak ada degradasi manusia di mata tuhan. Semua manusia itu sama sederajat, punya martabat yang sama.


Bagaimana dengan diskriminasi terhadap homoseksual?

Kita harus melihat fokus diskriminasi disini dalam hal apa? Kalau melihat sebagai keseluruhan manusia, manusia mempunyai martabat yang sama. Disini kita tidak bisa membuat suatu perbedaan ataupun pemurtadan terhadap orang ini. Paus juga tidak setuju diskriminasi dan kekerasan dilakukan oleh siapapun. Kita tidak bisa melihat manusia dari status atau profesi seseorang. Sehingga tindakan kekerasan atau diskriminasi itu ditentang oleh Paus.


Bagaimana cara mengurangi kekerasan terhadap homoseksual?

Memang ini sangat sulit dan juga tidak bisa hanya didiamkan saja. Tetapi saya pikir harus ada metode-metode tertentu untuk pendekatannya. Karena ini persoalan yang sangat tertutup dan tidak mungkin membuat kelompok orang untuk mendatanginya. Sehingga perlu membuat satu cara bagaimana keluarga bisa membicarakan soal ini, memang itu butuh proses. Dan ini tidak mungkin satu kali ketemu kemudian membuat satu kesimpulan. Supaya kita tidak melakukan penghakiman pada kelompok homoseksual.


Sejauh ini bagaimana pembahasan homoseksual di gereja?

Untuk saya secara pribadi belum pernah diskusi soal ini. Walaupun saya mengajar untuk seminari, belum pernah ketemu atau mendiskusikan persoalan homoseksual. Menurut saya persoalan homoseksual tidak harus ditutup-tutupi untuk didiskusikan. Tapi sayangnya selama dari pengalaman saya belum banyak dibicarakan soal homoseksual di gereja, khususnya

didalam kekhatolikan.


Apakah gereja menerima seorang homoseksual yang ingin beribadah?

Dalam ajaran khatolik harus menerima siapa saja yang datang. Seorang homoseksual di gereja khatolik tidak dilarang untuk beribadah. Karena kalau masuk dalam suatu gereja itu hubungannya dia secara pribadi untuk memilih satu agama. Memang khatolik sampai saat ini dalam ajarannya belum menerima homoseksual secara ”utuh”. Tetapi itu menjadi satu tantangan sendiri di Pastoral untuk membuka wawasan gereja soal realita homoseksual. Karena gereja juga perlu membuka diri melihatnya dengan kritis dalam persoalan homoseksual sebagai bagian dari manusia. Karena itulah esensi dari ajaran Yesus, cinta kasih kepada sesama.

0 komentar: