Ringkasan Seminar 15 Okt 09

>> Minggu, 18 Oktober 2009

Ringkasan hasil seminar Pemetaan Respon Masyarakat Sipil terhadap Kebijakan Syariah di Indonesia yang diadakan oleh Kapal Perempuan. Secara umum acaranya sukses walau narasumber Ibu Musdah Mulia tidak bisa hadir dalam acara tersebut karena sedang berada di Bali.

Peserta yang hadir sekitar 50 orang sesuai dengan target panitia. Ada pemaparan yang menarik dari teman2 Aceh (Norma Manalu) soal proses Qanun Jinayat ini. Dari mulai suka duka dalam melakukan advokasi. Menurut teman2 Aceh bahwa sebenarnya sebelumnya perwakilan dari LSM menjadi team ahli. Tetapi masukan dari LSM selalu tidak pernah dimasukan oleh team pansus qanun. Sehingga perwakilan dari LSM mengundurkan diri karena tidak mau bertanggungjawab atas isi qanun jinayat ini. Tapi situasi ini lah yang membuat semakin sulit mendapatkan update dari proses qanun ini berjalan sehingga pada detik2 terakhirlah LSM mendapatkan dokumennya.

Oh ya bagi teman2 yang mau mendapatkan dokumen qanun dapat di download di www.blog.ourvoice.or.id masuk ke link kemudian cari qanun jinayat dan ada juga hukum acara jinayat.

Kemudian kalau pengalaman di NTB, Beauty (LBH APIK NTB) memaparkan bagaimana sulit mengadvokasi perda2 dan peraturan soal prostitusi. Ada banyak cap buruk yang di lekatkan pada pembela HAM yang bekerja untuk isu2 perjuangan hak2 kelompok homoseksual, prostitusi. Ternyata fenomena ini terjadi bukan saja di NTB, Aceh, Jakarta tapi hampir diseluruh Indonesia. Jika kita berjuang untuk hak-hak kelompok PSK maka dianggap setuju dgan pelacuran dan dicap sebagai orang Kafir. Melekatkan pada yang tidak bermoral selalu dilekatkan pada orang2 yang bekerja untuk isu sensitif, apalagi yang berkaitan dgan aturan yang bernuansa formalisasi Islam. Ini yang membuat teman2 aktivis ada yang tidak siap untuk itu.

Situasi ini yang membuat para pejuang HAM merasa sendiri, bahwa teman2 dekatpun mencoba menghindar kalau sudah mendiskusikan soal jilbab, PSK maupun homoseksual. Apalagi menurut teman2 isu-isu homoseksual masih sangat sulit sekali diperjuangkan. Karena ada tekanan dari kelompok homoseksual sendiri maupun di kelompok HAM juga masih ada orang2 yang tidak "selesai" soal hak2 kelompok homoseksual. Sehingga hujatan terus dilontarkan sebagai orang yang anti Islam dan tidak beragama kepada orang2 yang bekerja untuk isu2 ini.

Bukan hanya hujatan sampai kekerasan dan meyerang keluarga. Misalnya Beauty dari NTB diminta untuk memindahkan anaknya sekolah karena sekolah tidak mau terlibat yang akhirnya dicap buruk juga. Kemudian sampai merusak tinggal dan menteror dngan mendatangkan preman2 didepan rumah. Lapor polisi pun tidak ditanggapi.

Dari temuan ini, ternyata bukan hanya perda2 yang bernuansa syariat Islam saja yang berkembang, tetapi ada perlawanan dari kelompok lain seperti Kristen membuat perda Injil. Misalnya di Manokwari yang sedang membuat rancangan peraturan daerah yang judulnya Kota Injil. Jadi didalamnya sangat bernuansa Kristen. Begitu juga di Bali terjadi didesa Sesetan dari hasil penelitian Kapal perempuan soal adanya diskriminasi yang dialami kelompok muslim di Bali yang dianggap the others. Penelitian ini dengan cara partisipatif dengan menggunakan kartu penilaian. Semua proses dilakukan oleh masyarakat setempat, dari mulai fasilitator, pencatat dan pesertanya. Kapal perempuan sebelumnya melakukan pelatihan fasilitatornya.

Menurut teman2 bahwa fenomena saling mengunggulkan kelompok sendiri akibat dari reformasi yang salah dipahami oleh pemerintah sehingga lupa pada konteks kebangsaaan yang dibangun atas dasar keberagaman.

Sehingga pemerintah lebih senang membuat aturan yang mengatur moral personal warganya daripada mengatur hajat hidup orang banyak seperti pendidikan dan kesehatan.

Sebenarnya perda2 yang mengatur moral dapat di indikasi kegagalan pemerintah mensejahterahkan rakyatnya. Misalnya kalau konteks pelacuran, tidak ada orang yang lahir mau menjadi pelacur dalam konteks Indonesia. Tetapi pelacuran yang terjadi di Indonesia karena kemiskinan dan adanya system yang tidak adil bagi perempuan. Sehingga tidak ada pilihan menjadi seorang pelacur. Misalnya karena korban kekerasan dalam rumah tangga, korban perdagangan orang dan juga korban dari sistem ekonomo global yang rakus yang merugikan perempuan.

Dalam konteks ini tubuh perempuan menjadi ajang pertarungan kekuasaan. Dalam konteks negara perempuan disimbolkan sebagai moral bangsa. Kalau perempuannya baik maka negaranya baik, itu yang selalu disimbolkan pada tebuh perempuan. Tapi sayangnya simbol kebaikan perempuan selalu dilekatkan dengan jilbab, patuh dan diam dengan keputusan laki-laki. Hal seperti ini lah yang meyebabkan lahirnya perda2 yang hampir semuanya merugikan perempuan. Semua menyimbolkan bahwa perempuan adalah orang yang harus diatur2 untuk membuat negara dan masyarakat ini bermoral. Bukannya keadilan bagi rakyat dan mengapa orang jadi pelacuran yang harus diselesaikan tetapi malah mengkriminalkan pelacurnya.

Cara pandang dan tindakan seperti ini yang ingin dikatakan sebagai kegagalan pemerintah mensejahterakan rakyatnya. Semakin banyak pelacur2 perempuan dan waria keliaran dijalan maka akan semakin menunjukkan kedunia bahwa kemiskinan dan ketidakadilan masih banyak terjadi di Indonesia. Dan Ironisnya di Indonesia semakin tinggi saja angka korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah yang doyan nya membuat perda2 kriminalisasi pelacur.

Ketua Komnas HAM (Ifdhal Kasim) menambahkan bahwa ada aturan ebuah tindakan dapat dikenakan sebagai sebuah kriminal. Kalau yang meyangkkut soal etika, nilai agama yang multitafsir dan norma2 yang personal tidak semua dapat dikriminalkan. Harus ada unsur yang merugikan orang lain dan merugikan kepentingan publik. Melihat kepentingan publik juga harus dikaji lagi dengan tidak yang sangat subjektif.

Kalau melihat isi qanun jinayat yang isinya akan mengkriminalkan hal2 yang bersifat moral berpersonal seseorang. Hukuman yang ada di Qanun jinayat ini sudah ribuan tahun dihapuskan oleh di negara2 maju. Karena memang apa yang ada di qanun jinayat ini ribuan tahun yang lalu juga dikriminalkan dinegara2 maju seperti dibeberapa negara Eropa. Situasi ini yang membuat semakin masyarakat Eropa migrasi ke USA. Tapi sekarang dinegara2 maju sudah mengganti semua hukumnya dengan semakin majunya hak asasi manusia. Tapi sayangnya mengapa qanun ini justru membuat hal yang yang sudah lama ditinggalkan oleh bangsa2 besar. Ungkapan ini dipertegas lagi oleh Ibu Nursyahbani Katsungkana, yang meyatakan bahwa dibanyak negara2 Timur Tengah yang mayoritas muslim justru sekarang sudah berlomba-lomba untuk maju, misalnya di Dubai bagaimana negara ingin terus mensejajarkan dan menunjukkan kepada dunia kalau ingin menjadi negara yang terus maju.

Tetapi mengapa Indonesia justru sibuk mengurusi hal2 yang sangat personal ini??

Kemudian hasil seminar akan dijadikan bahwa advokasi untuk menghentikan ratusan perda yang bernuansa agama di Indonesia yang sangat diskriminasi pada kelompok perempuan dan marginal lainnya. Termasuk kelompok homoseksual. Sehingga mohon dukungan semua pihak.

0 komentar: