Hewan Tidak Selalu Hetero!!

>> Senin, 19 Oktober 2009



By :Soe Tjen Marching
Ringkasan seminar di GAYa NUSANTARA

LGBTiQ (Lesbian, Gay, Bisexual, Transeksual, interseksual dan Queer) seringkali menjadi marginal atau minoritas dalam masyarakat kita, karena mereka dianggap tidak normal. Yang paling sering terdengar juga adalah pendapat kalau seksualitas seperti ini tidak ada pada hewan. Tentu saja ini keliru. Saat ini, telah ditemukan lebih dari 450 jenis binatang yang bisa dimasukkan dalam LGBT ini.

Pendapat akan ketidak normalan LGBTiQ juga seringkali muncul dari keyakinan bahwa mereka tidak ada fungsinya dalam masyarakat, terutama karena seks di Indonesia masih sering dianggap sebagai kelangsungan generasi atau spesies. Memang seringkali ada yang menuduh bahwa kalau terlalu banyak kegiatan LGBTIQ ini, maka kelangsungan hidup spesies akan terganggu. Bila semua jadi LGBTIQ, maka manusia akan musnah. Dan karena itu, hal ini harus dilarang.

Tapi, pada beberapa binatang, kalau kegiatan homoseksualnya tinggi, kegiatan heteroseksualnya ikut tinggi. Jadi, LGBTiQ itu hanya kegiatan seksual yang berbeda pilihan atau kegemaran. Bukannya masalah normal atau tidak normal.

Pada monyet yang bernama Bonobo - jenis monyet yang kesamaan DNA-nya dengan manusia adalah sekitar 98% - homosekualitas itu amat umum. Mereka ini monyet yang cukup cinta damai. Dan perdamaian dalam mereka ini juga dicapai dengan seks. Aktifitas lesbian pada hewan ini ternyata cukup tinggi. Dan para lesbian ini kadang-kadang bersatu untuk mendominasi para jantannya. Tapi bukan berarti prokreasi jadi rendah. Justru terkadang bayi-bayi Bonobo punya dua ibu yang membagi tugas sebagai orang tua, dan mereka ternyata cukup berhasil.

Dalam spesies tertentu, binatang yang mempunyai partner homoseksual punya status lebih tinggi. Misalnya, pada angsa hitam atau gorilla.

Sebenarnya dunia hewan ini lebih luwes daripada manusia dalam hal seksualitas, karena manusia seringkali ngotot: pokoknya harus ada 2 gender saja - laki-laki & perempuan. Dunia hewan mengenal hermaphrodite. Biasanya ada dalam ulat, serangga, beberapa jenis ikan. Hermaphrodite ini punya 2 jenis kelamin. Jadi, mereka “self service”. Tapi tidak berarti mereka ini tidak berhubungan seks dengan yang lain. Lalu, ada lagi jenis lain dalam dunia binatang. Yaitu: Parthenogenesis atau perawan yang melahirkan. Biasanya ditemukan di beberapa jenis ikan, kadal dan serangga. Jadi, dalam alam ada saja jenis kelamin yang bukan laki-laki tapi juga bukan perempuan; dan mereka juga ikut serta dalam reproduksi dan regenerasi.

Penelitian-peneliti an seperti ini yang akhirnya membuat pada bulan Agustus 1995, sebuah Konferensi Internasional tentang perilaku hewan pertama kalinya meresmikan bahwa pengakuan adanya topik penelitian tentang homoseksual dalam dunia binatang.

Tentang reproduksi: Banyak orang yang mengira kalau seks bagi binatang itu tujuan utamanya adalah reproduksi. Padahal, banyak sekali binatang yang aktif secara seksual tapi tidak bereproduksi. Beberapa anjing laut, zebra, rusa dan jerapah hidup bertahun-tahun lamanya tanpa pernah bereproduksi. Dan menopause tidak saja ada dalam alam manusia tapi juga dialami oleh binatang. Ini tidak membuat mereka menghentikan aktifitas seksualnya. Jadi, seks itu tidak melulu untuk reproduksi.

Kalau orang berpendapat bahwa kontrasepsi itu hanya dikenal dalam dunia manusia, karena itu ini tidak alamiah, ini anggapan yang juga salah. Dunia binatang juga mengenal kontrasepsi. Misalnya, beberapa jenis monyet mengunyah daun yang bisa mencegah kehamilan. Beberapa jenis mamalia seperti monyet, tupai, landak dan kelelawar juga bisa mengeluarkan sejenis lapisan penutup supaya sperma tidak masuk. Jadi, mereka ini juga mengenal bermacam tehnik kontrasepsi yang cukup canggih.

Bahkan, kalaupun binatang itu sudah mempunyai janin atau telur, kalau mereka melakukan hubungan seks yang terlalu bersemangat, hubungan ini bisa merusak janin atau telur itu. Tidak tahu apa ini disengaja atau tidak. Tapi, ini berarti seks itu bisa tidak produktif untuk reproduksi.


Dalam dunia manusia (ini kalau manusia ngotot mau dibedakan dari hewan). Di Indonesia, rasanya manusia ini tidak bisa hidup secara mandiri. Tidak pernah rasanya mereka diterima sebagai individu. Konsep warga Negara itu selalu dalam bentuk keluarga heteroseksual.

Reproduksi masih dianggap penting. Bersamaan dengan itu, ada Keluarga Berencana – yaitu membatasi reproduksi. Jadi, ada pengakuan kalau reproduksi yang terus menerus itu tidak baik bagi kemakmuran manusia sendiri. Artinya, tidak selamanya reproduksi itu baik. Tapi, dalam pembatasan ini, masih ada konsep bahwa reproduksi itu perlu dan bahkan seperti keharusan.

Sekarang, dengan lingkungan yang semakin buruk, polusinya makin tinggi, kesadaran bahwa manusia ini adalah bagian dari alam itu amat perlu. Dalam rantai makanan, sayangnya, produsen ini semakin lama semakin sedikit. Saat ini, fungsi manusia dalam rantai makanan justru tidak seefektif kepik. Artinya, jumlah manusia ini sudah terlalu amat sangat kebanyakan dalam ekologi.

Kemudian, ada yang namanya biodiversity atau biodiversitas. Ini yang mempertanyakan teori Darwin. Dalam biodiversitas, bukan lagi survival of the fittest yang penting, tapi keberagaman dalam spesies itu yang bisa menunjang kelangsungan hidup mereka.

Lalu apa yang terjadi sekarang di Indonesia? LGBT masih dianggap jauh lebih berdosa atau lebih kotor daripada perokok atau koruptor.

1 komentar:

Yudi 20 November 2009 pukul 10.41  

Yup betul banget, beberapa tahun kebelakang reproduksi dianggap penting, tapi secara rantai makanan hal itu sudah merubah, karena manusia sebagai puncak tertinggi menjadi lebih banyak... akhirnya pengrusakan hutan terjadi dimana-mana demi perut yang semakin banyak.....