>> Sabtu, 24 Oktober 2009


Berawal menghadiri satu diskusi fokus yang diadakan oleh salah satu LSM di Jakarta di sebuah hotel. Sebelum acara karena ingin ke toilet saya pun masuk ke toilet laki-laki. Seperti biasa yang selama ini saya lakukan. Beda dengan teman waria yang kadang sering bingung masuk ke toilet mana?

Sayapun masuk biasa saja tanpa ada rasa ketidaknyaman, karena berpikir akan berjalan seperti biasa saja. Ruangan toilet sangat bersih, terdiri dari tempat cuci muka dengan perlengkapan kaca dan pengiring. Kemudian juga ada tempat sendiri buang air kecil yang berjejer. Satu lagi ruang sekat-sekat kamar kecil yang didalamnya ada toilet untuk buang air besar. Secara posisi dan fasilitas terkesan tidak masalah dengan diriku dan juga mungkin buat orang lain nyaman.

Saat itu ada acara pertemuan LSM, yang sudah pasti fasilitas toilet digunakan oleh teman-teman. Kemudian diteman-teman LSM juga sudah saling tahu soal identitas seksualitasku sebagai seorang gay. Sejauh ini masih sangat menghargai sekali dalam prilaku dan penghormatan terhadap diriku.

Pada saat saya masuk ke toilet ternyata didalam ruangan salah seorang teman sedang memperbaikin pakaiannya. Kemudian karena melihat saya masuk, reaksi tubuh dan wajahnya berubah total. Dan ada sikap yang berusaha menutupi tubuhnya. Pada saat itu kejadiannya didepan tempat cuci tangan sehingga terbuka dan jelas terlihat jika ada orang yang masuk. Sebenarnya waktu saya masuk tidak terlihat apapun yang berkaitan dengan sensualnya. Dan saya sendiri tidak berpikir yang aneh-aneh pada saat itu. Tapi karena bahasa tubuh teman saya itu tidak bisa dipungkiri dia tidak nyaman sekali. Akhirnya saya juga merasa tidak nyaman pada saat itu. Ada dalam pikiran bahwa aku tidak tepat waktunya ke toilet.

Ini bukan kejadian yang pertama, tapi ini sering sekali terjadi kalau misalnya dalam kegiatan2 yang banyak orang tahu identitasku. Saya pernah punya pengalaman di Hotel dalam satu pelatihan, salah satu teman sekamarku merasa sangat tidak nyaman sekali ketika aku satu kamar dengan nya. Ini memang bukan salah temanku juga. Tapi ini lah faktanya yang harus dilihat lebih jauh. Saya sebagai seorang gay juga merasa tidak nyaman kalau ada orang yang tidak nyaman atas kehadiran saya. Baik didalam kamar maupun di toilet laki-laki. Begitu juga mungkin teman yang lain terhadap diriku.

Dari pengalaman itu, aku berpikir bahwa toilet selama ini sangat bias heteroseksual. Sehingga membuat semua orang tidak nyaman. Baik kelompok heteroseksual maupun homoseksual. Walau kadang toilet sering menjadi media untuk melakukan pelecehan yang banyak dilakukan oleh kelompok homoseksual kepada pihak lain. Misalnya sering sekali toilet-toilet dijadikan cerita-cerita sensual bagi teman-teman gay. Mungkin ini salah satu cara karena ruang seksualitas yang sempit bagi gay atau mungkin juga karena kurang bisa memahami apa itu pelecehan seksual bagi kelompok gay. Tapi faktanya bahwa toilet-toilet yang terbuka walau sudah dibedakan khusus laki-laki ataupun perempuan justru sering membuat tidak nyaman seseorang ataupun menjadi tempat pelecehan seksual. Menurut saya yang paling aman kalau ingin dibedakan laki-laki dan perempuan tetapi tetap bersekat-sekat kamar dan masing-masing kamar kecil dilengkapi dengan toilet, tempat buang air kecil, kaca sampai cuci muka. Sehingga ruang privatenya tetap terjaga. Satu sama lain tidak merasa terganggu.

Sehingga butuh rancangan bangunan yang memang tidak heteroseksentris untuk toilet. Agar setiap orang bisa lebih nyaman. Memang kalau orang lain tidak tahu identitasku menjadi biasa saja dan saling nyaman saja. Ini akan menjadi masalah kalau orang tahu identitasku, seperti yang sudah saya sampaikan diatas.

Sepertinya perancangan toilet kedepannya harus berdasarkan orientasi seksual bukan hanya dasarnya jenis kelamin biologis yang sangat heteroseksual. Padahal Arsitektur juga banyak yang homoseksual mengapa tidak sensitif dengan hal-hal begini:):)


Salam


Toyo

2 komentar:

Farrel Fortunatus 24 Oktober 2009 pukul 19.08  

setuju bgt... biarkan diri kita merasa bebas dan nyaman dengan apa yang telah menjadi pilihan kita...

Anonim 28 Juli 2010 pukul 16.37  

Carilah kebenaran jangan pembenaran hidup ini punya aturan ingat azab dari Alloh.