Bukan Gay Saja Yang Harus Baik dan Pintar

>> Kamis, 05 Februari 2009

Gay itu ternyata ada juga yang pintar nya. Lebih kurang ini kalimat yang disampaikan dari salah seorang pengunjung blog ini. Aku tergelitik dengan kesimpulannya terhadap gay. Aku tidak tahu pandangan pengunjuang blog ini terhadap gay selama ini. Memang disisi lain suatu pandangan yang "positif" untuk kelompok gay. Tapi sebenarnya dibalik itu masih ada persoalan cara pandang yang beda terhadap dunia gay. Walau pengunjung ini tanpa mengungkapkan itu.

Sebenarnya cara pandang itu bukan yang pernah aku dapat. Sering sekali teman - teman atau orang - orang kalau diskusi soal gay dan waria dengan aku. Kebanyakan menyimpulkan bahwa waria itu adalah orang yang kreatif dan penuh ide - ide. Banyak contoh yang diberikan kepada ku tentang waria - waria atau gay yang sukses dalam dunia salon dan kecantikan ataupun karir lainnya.

Untuk gay selalu dilekatkan dengan sebutan bahwa gay itu orang pintar - pintar dan banyak yang sukses. Suka humor, selalu gembira dengan teman - teman gay dan waria. Tiada hari tanpa tertawa. Sehingga hal ini yang banyak dianggap suatu yang positif dari diri waria dan gay tersebut. Benarkah semua gay dan waria itu begitu? Bagaimana jika ada seorang gay dan waria yang tidak seperti itu?

Memang disisi lain ada benarnya tanggapan itu kalau melihat fakta. Bahwa gay banyak yang jadi pejabat atau sukses dalam pendidikan dan karier, suka humor, baik hati dan label lainnya.

Tapi pertanyaannya apakah tidak ada gay yang miskin, bodoh, tidak sukses, tidak berpendidikan dan tidak kreatif? Sanjungan terhadap waria dan gay yang mengeneralkan tersebut justru menjadi persoalan baru bagi kelompok gay sendiri.

Bukankah keberhasilan seseorang itu didapat bukan karena orientasi seksualnya. Tetapi karena usahanya sendiri. Jadi siapa saja dapat berhasil berkat kerja kerasnya bukan karena orientasi seksual nya.

Memang harus diakui bahwa waria banyak yang kerja untuk bidang kecantikan dan model yang sukses. Dan ini merupakan kontribusi yang luar biasa bagi Indonesia.
Tetapi kesuksesan waria ini lebih disebabkan oleh banyak faktor salah satunya kontruksi sosial yang menempatkan waria pada ruang itu saja. Sehingga tidak sedikit waria harus bekerja maksimal dengan segala keterbatasannya.

Tidak jarang para aktivis LGBTIQ sendiri mengatakan bahwa sebagai seorang homoseksual harus pintar - pintar bergaul dengan orang lain. Aku jadi kaget dengan pernyataan itu. Bukan kah persoalan pintar bergaul dan berbuat baik kepada orang lain harus dilakukan oleh semua orang? Mau dia homoseksual atau heteroseksual ya harus berbuat baik pada siapapun.

Sangat tidak adil kalau homoseksual selalu dibebani untuk selalu berbuat baik. Sepertinya homoseksual itu manusia yang aneh dari planet lain. Yang harus selalu di ingatkan untuk berbuat baik kepada orang lain. Padahal soal baik dan buruk juga bisa terjadi oleh siapapun.

Kembali kepersolan awal. Seorang gay memang harus pintar dan terus belajar. Tapi soal pintar bukan hanya diharuskan oleh seorang gay. Tapi oleh setiap orang tanpa melihat latar belakangnya.

Mungkin saja seorang gay menjadi pintar dan sukses karena merasa dirinya ada kekurangan sebagai seorang gay. Karena tidak jarang kelompok gay sendiri menganggap homoseksual itu adalah sebuah "kecacatan". Karena dianggap kecacatan justru memicu seorang gay bekerja dan belajar maksimal. Sebagai bentuk menutupi kecacatan tersebut. Ini ironis sekali. Fakta ini banyak sekali dialami oleh seorang gay.

Sampai sekarang ini. Pertanyaannya apakah semua orang untuk bisa menjadi baik dan pintar itu harus distigma dahulu?? Misalnya dengan label kecacatan atau penyimpangan?? Seperti yang dialami oleh kebanyakan gay sekarang ini.


Tanpa sadar sanjungan ataupun pujian yang kita berikan pada orang lain justru kadang menempatkan kelompok itu sebagai the others.


Wasalam


Toyo

Kalibata, 5 Februari 2009


0 komentar: