Ringkasan Hasil Diskusi Publik UIN Jakarta

>> Minggu, 31 Mei 2009


Telah dilakukan satu acara diskusi publik di Universitas Islam Negeri(UIN) Jakarta pada tanggal 28 Mei 2009 dengan tema Homoseksual yang coming Out. Acara ini dilaksanakan atas kerja Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci), BEM Fak Dakwa UIN, IPP, OV, AP, FKW, YSS dan AI.
Kegiatan ini bagian dari peringatan IDAHO (international day against homophobia) tahun 2009.
Idaho adalah satu cara mengingatkan masyarakat dan negara untuk segera menghapuskan segala bentuk kebencian terhadap kelompok orientasi seksual selain heteroseksual dan identitas gender yang berbeda. Seperti kelompok homoseksual,biseksual dan transgender.

Sebelumnya panitia IDAHO di Jakarta sudah melakukan aksi damai pada tanggal 16 Mei 09 di Bunderan HI, malam keakraban di Apollo Bar pada tanggal 24 Mei dan diskusi publik dengan tema peran keluarga untuk kelompok LGBTIQ di gedung Antara Jakarta Pusat. Semua kegiatan didukung sepenuhnya oleh Hivos Belanda.

Untuk diskusi kali ini di UIN, sekaligus melakukan bedah buku yang berjudul Biarkan Aku Memilih,pengakuan seorang gay yang coming out. Karya Hartoyo dan Titiana Adinda. Buku ini merupakan pengalaman seorang gay yang coming out yang akhirnya harus mendapatkan penyiksaan dari masyarakat dan kepolisian Banda Aceh. Diskusi kali ini dihadiri oleh narasumber Bapak Stanley (anggota Komnas HAM), M.Guntur Romli (cendikiawan muslim) dan Bobo Berlian (gay yang coming out dengan keluarga). Berdasarkan rencana narasumber adalah Maria Hartiningsi (wartawan Kompas) dan Agustine (AI). Tetapi karena beberapa hal kedua narasumber perempuan tidak dapat hadir dalam acara tersebut . Tetapi Maria Hartiningsi memberikan spase tulisan soal kegiatan tersebut di rubric Swara pada tanggal 29 Mei 2009 di harian Kompas.
Acara ini dimoderatori oleh M.Iqbal Hasanudin (LSAF). Peserta yang hadir sekitar 300 mahasiswa dari berbagai fakultas di lingkungan kampus UIN. Selain itu juga dihadiri oleh dua orang penulisnya Hartoyo dan Titiana Adinda.

Bobo Berlian sebagai narasumber pertama yang kali ini lebih banyak memberikan gambaran dan pengalaman dirinya sebagai seorang gay. Bagaimana proses dialog dengan keluarga yang akhirnya menerima dirinya apa adanya. Sebagai seorang gay. Ungkapan dan tanggapan Bobo sempat mendapat sorotan dari pihak mahasiswa, yang mungkin dirasakan kurang puas dengan apa yang dirasakan oleh mahasiswa alasannya Bobo. Memang kali ini Bobo tidak banyak memberikan tanggapan yang sedikit “ilmiah” dan mendalam soal isu homoseksual. Sehingga kurang dapat dipahami oleh mahasiswa.
Walau mahasiswa juga masih sangat dangkal untuk pengetahuannya tentang isu-isu homoseksual. Sehingga pertanyaan mahasiswa seputar mengapa bisa jadi homoseksual? kapan mulai jadi homoseksual? dan masih anggapan homoseksual sebagai penyakit. Hal-hal itu masih besar menjadi pertanyaan utama mahasiswa yang hadir sebagai peserta pada saat itu.

Kebingungan mahasiswa kemudian dikuatkan dengan penjelasan dari Bapak Stanley yang banyak memberikan pandangan homoseksual dilihat dari perspektif hak asasi manusia. Secara tegas menjelaskan kepada peserta homoseksual adalah bagian dari hak asasi manusia yang harus diperjuangkan bagi setiap orang. Selain itu juga Stanley menjelaskan sedikit tentang Yogyakarta prinsiple. Selain menjelaskan prinsip dari kebijakan-kebijakan yang di Indonesia maupun International untuk dapat melindungi kelompok homoseksual. Sehingga sudah menjadi kewajiban Negara khususnya Komnas Ham untuk mendorong perlindungan bagi kelompok homoseksual.
Dalam penjelasan dari Stanley pemahaman soal ham dari mahasiswa masih banyak yang lemah. Apalagi ketika mahasiswa menanyakan soal istilah normal dan tidak normal. Stanley menegaskan bahwa normal dan tidak normal itu adalah sebuah kontruksi social masyarakat. Yang sangat subjektif sekali dari satu orang keorang lainnya. Termasuk pemahaman soal homoseksual yang katanya tidak normal. Padahal kelompok homoseksual juga dapat mengatakan heteroseksual juga tidak normal.


Ada satu seorang peserta mengkuatirkan kalau homoseksual di”restui” maka seluruh dunia akan homoseksual semuanya. Dan ada juga membandingkan homoseksual dengan pedofilia. Bagaimana dengan pratek pedofilia. Stanley dengan tegas menyatakan bahwa pedofilia tidak sama dengan homoseksual. Pedofilia melanggar hak-hak anak karena ini praktek sebuah kejahatan seksual terhadap anak. Sedangkan homoseksual bukan sebuah kejahatan kalau dilakukan dengan sesama orang dewasa dan tidak ada unsur pemaksaan.

Narasumber Muhammad Guntur lebih menjelaskan soal isi dari buku Biarkan Aku Memilih. Bagaimana buku itu menggambarkan soal sosok anak manusia yang kebetulan mempunyai orientasi seksual sejenis. Bagaimana perjalanan hidup yang biasa saja tanpa ada bedanya dengan anak-anak yang lainnya. Yang mungkin juga dialami oleh anak-anak yang lain. Tetapi orientasi seksual sejenisnya tumbuh begitu saja dalam dirinya. Yang akhirnya menjadi seorang gay. Sehingga anggapan bahwa seorang gay karena korban sodomi tidak benar kalau dilihat dari pengalaman dari isi buku ini. Pada saat peserta menanyakan soal haram dan dosanya homoseksual dalam Islam. Guntur menegaskan bahwa jika ingin kita berdialog soal homoseksual, maka yang paling penting adalah mengetahui dahulu apa itu homoseksual. Karena kalau kita sendiri tidak mengetahui homoseksual kemudian kita mengatakan bahwa ini dosa dan tidak dosa. Maka kita akan menuju kedalam sebuah “kesesatan”.

Dalam diskusi ini Guntur memang tidak membawa diskusi kepersoalan teologis. Walaupun Guntur banyak bicara soal sejarah seksualitas dalam Islam. Sehingga beberapa hadist dan surat dalam alkitab dibacakan oleh Guntur. Mungkin karena kemampuan Guntur menguasai bahasa Arab dan juga mahasiswa UIN yang sudah terbiasa dengan perdebatan teologis. Sehingga tidak terjadi debat kusir perlawanan teks dengan teks atau hujat menghujat.
Ini menunjukkan masih banyak ruang dialog dalam kajian Islam soal homoseksual khususnya bagi kalangan mahasiswa UIN Jakarta. Karena ini dapat dilihat dari “dangkalnya” pengetahuan soal isu-isu seksualitas dari mahasiswa. Sehingga menjadi penting kedepannya untuk membahas lebih dalam soal seksualitas khususnya homoseksual dengan mahasiswa UIN.
Untuk Rencana ini OurVoice sudah komitmen dengan Formaci akan melakukan kegiatan lanjutan untuk penguatan pemahaman seksualitas bagi kelompok mahaiswa khususnya mahasiswa UIN. Kegiatan itu diharapkan dapat dilakukan sekitar bulan Agustus atau September 2009.

2 komentar:

Anonim 4 Juni 2009 pukul 15.11  

Allow.... Aku Flo... Mahasiswa Atma Jaya, JAkarta... Yang diundang oleh Mas Toyo... Mengenai bedah bukunya. Menanggapi pertanyaan2 yg dilontarkan oleh mahasiswa2 UIN membuat saya cukup siok. Mengapa? Memang karena sebagian besar mahasiswa di sana tdk mengerti dari gay/ homoseksual..
Masalah gay adalah penyakit atau bukan, saya ingin bgt menjawabnya.. Mungkin kemaren mahasiswa2 terpaut kpd 1 kata yg dilontarkan oleh pa Stanley. Dimana gay adalah suatu penyakit yg berpengaruh pada satu kelenjar yg ada di otak. Saya pena nonton "Sex Change". Di situ memang dikatakan kalau yg mengalami 'pilihan' mereka sbg seorang gay, lesbian, biseksual, transgender.

Sekali lagi, LGBT bukanlah suatu penyakit atau penyimpangan. LGBT adalah suatu pilihan mereka. Dan tidak ada obat yang dapat menyembuhkan. Balik lagi dirinya. Mau berubah atau tidak. Ga ada jawaban yang lain...

Gyahahahaha.... Saya termasuk pro LGBT..

NB:
Makasih ya Mas Toyo, Makasieh yah Kaka Bobo, Ka Aldo juga...
Klo ada keg. serupa ajak aku yah?!

starlight 18 September 2011 pukul 19.13  

akhir-akhir tugas makalah saya berbicara tentang homoseksualitas. sebenarnya saya masih banyak kebingungan dengan problema ini. kebiasaan ini, yg bagi orang awam seperti saya masih terlihat aneh. saya jujur tidak setuju ,tapi saya tidak ingin kita memperlakukan seseorang berbeda krn hal ini. keberadaan mereka hrs tetap kita akui,suka atau tidak suka.