AMNESTY INTERNATIONAL PERNYATAAN PUBLIK

>> Jumat, 18 September 2009

AMNESTY INTERNATIONAL PERNYATAAN PUBLIK 17 September 2009 Indonesia:

Cabut hukuman rajam dan cambuk rotan yang “kejam” Peraturan Indonesia baru mengesahkan hukuman rajam hingga mati untuk praktek zina dan cambuk rotan hingga 100 cambukan untuk homoseksualitas harus dicabut sesegera mungkin, ungkap Amnesty International pada hari Kamis. Qanun Hukum Jinaya disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) pada hari Senin. Hukum itu melarang serangkaian tindakan termasuk konsumsi alcohol (khamar), perjudian (maisir), keintiman antara pasangan yang belum menikah (ikhtilath), perzinahan serta homoseksualitas (liwath dan musahaqah). Amnesty International juga prihatin dengan aturan yang mengkriminalkan perzinahan dan homoseksualitas, pihak berwenang Indonesia harus menjamin aturan tersebut dicabut agar selaras dengan standar dan hukum internasional yang berkaitan dengan integritas fisik dan mental serta persamaan dihadapan hukum.

“Peraturan pidana baru bertentangan dengan hukum Hak Asasi Internasional serta aturan-aturan dalam Undang-Undang dasar Indonesia,” ungkap Sam Zarifi, Direktur Asia-Pasifik Amnesty International. “Hukum rajam sampai mati adalah tindakan yang kejam dan termasuk dalam penyiksaan, yang dilarang tanpa terkecuali dalam hukum internasional.” Pemerintah pusat Indonesia telah menyatakan hukum tersebut mungkin bertentangan dengan perlindungan Hak Asasi Manusia yang diatur dalam Udang-Undang Dasar Indonesia “Kami menyambut baik kekhawatiran yang diekspresikan oleh berbagai tingkatan pemerintah Indonesia mengenai hukum ini,” ujar Zarifi,”tapi bukti berasal dari perbuatan, sepanjang hukum tersebut masih sah, maka itu akan menjadi ancaman bagi kewajiban HAM internasional Indonesia.” Beberapa aturan tersebut, khususnya hukuman cambuk rotan, bukan hal baru di Aceh dan sudah melanggar standar HAM internasional mengenai perlakuan kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. Bagaimanapun juga, ini adalah pertama kalinya perumus undang undang lokal memasukkan hukuman rajam hingga mati sebagai hukuman bagi mereka yang melakukan perzinahan. Hukum dan standar HAM internasional menentang pemberlakuan hukuman mati pada kejahatan baru.

Amnesty International mendorong legislatif Aceh yang baru terpilih, dan akan mulai bertugas di bulan Oktober, untuk mencabut hukum ini sebagai prioritas utama. Amnesty International juga menghimbau legislatif baru untuk menjamin semua peraturan lokal di Aceh selaras dengan standar dan hukum HAM internasional yang telah termaktub dalam Udang-Undang Dasar Indonesia dan Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia tahun 1999. Pemerintah Indonesia harus menjamin proses desentralisasi dan otonomi regional tidak mengorbankan Hak Asasi Manusia. Hukum Islam lokal perlahan diterapkan di Aceh dari tahun 1999-2000 melalui berbagai paket otonomi. Hukum cambuk rotan diperkenalkan beberapa tahun lalu sebagai hukuman yang dijalankan oleh pengadilan Islam untuk pelanggaran seperti perjudian, pencurian dan pencabulan. Setidaknya, 31 lelaki dan empat perempuan yang didakwa melakukan perjudian dirotan berdasarkan hukum Islam lokal di Aceh tahun 2005 dan delapan orang (5 lelaki dan 3 perempuan) yang didakwa perjudian dan perzinahan dirotan pada tahun 2006.

Dokumen Publik ************ ********* ********* ********* * Untuk informasi lebih lanjut harap hubungi kantor pers Amnesty International di London, Inggris, pada nomor +44 20 7413 5566 atau email: press@amnesty. org Sekretariat Internasional, Amnesty International, 1 Easton St., London WC1X 0DW, UK www.amnesty. org

0 komentar: