Deklarasi Argentina

>> Minggu, 09 Agustus 2009



Pada tanggal 18 Desember 2008, sebuah deklarasi PBB mengenai dekriminalisasi LGBTI dibahas di sidang umum PBB. Deklarasi ini disponsori, terutama oleh Perancis dan Belanda. Inisiatif ini diajukan oleh salah seorang aktivis LGBTI dari Perancis, Louis-George Tin, yang juga pertama kali mengagas International Day Against Homophobia (IDAHO) yang dirayakan setiap tanggal 17 Mei.

Negara-negara yang menandatangani resolusi Argentina ini adalah Albania, Andorra, Argentina, Armenia, Australia, Austria, Belgia, Bolivia, Bosnia dan Herzegovina, Brazil, Bulgaria, Canada, Cape Verde, Republik Afrika Tengah Chili, Kolombia, Kroasia, Kuba, Cyprus, Republik Ceko, Denmark, Ekuador, Estonia, Finlandia, Perancis, Gabon, Georgia, Jerman, Yunani, Guinea-Bissau, Hungaria, Iceland, Ireland, Israel, Italy, Japan, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Luxembourg, Malta, Mauritius, Meksiko, Montenegro, Nepal, Belanda, Selandia Baru, Nikaragua, Norwegia, Paraguay, Polandia, Portugis, Romania, San Marino, Sao Tome dan Principe, Serbia, Slowakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiaa, the former Yugoslav Republic of Macedonia, Timor-Leste, Inggris, Uruguay, dan Venezuela.

Ada 13 poin dalam deklarasi yang dibacakan oleh perwakilan Argentina, Jorge Argüello:

1.“Kami menegaskan kembali prinsip universal dari Hak Asasi Manusia, seperti yang dituangkan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dimana pada tahun ini merupakan perayaan yang ke 60 semenjak deklarasi tersebut dikumandangkan, artikel 1 dari deklarasi tersebut menyatakan bahwa semua manusia terlahir merdeka dan setara martabat dan haknya.”

2.“Kami menegaskan kembali bahwa setiap orang memiliki kewenangan dalam menjalankan Hak-hak asasinya tanpa dibeda-bedakan dalam hal apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau opini lain, kewarganegaraan atau tempat tinggal, kepemilikan, lahir atau atau status fisik lain, seperti yang dituangkan dalam artikel 2 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan artikel 2 dari Perjanjian Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya, seperti dicantumkan dalam artikel 26 dari Perjanjian Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik.”

3.“Kami menegaskan kembali prinsip-prinsip non-diskriminatif hak-hak asasi manusia berlaku sama terhadap seluruh manusia tanpa membedakan orientasi seksual dan identitas gender.”
4.“Kami sangat prihatin terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia serta kebebasan yang didasari pada orientasi seksual atau indentitas gender.”
5.“Kami juga sangat terganggu dengan adanya kekerasan, pelecehan, diskriminasi, pengasingan, stigmatisasi, serta anggapan negatif yang ditujukan kepada perseorangan di seluruh negara di dunia yang didasarkan pada orientasi seksual dan identitas gender, dimana hal-hal seperti ini menghiraukan integritas serta martabat mereka yang terkena dampaknya.”
6.“Kami mengutuk pelanggaran hak-hak asasi manusia berdasarkan orientasi seksual atau identitas gender, dimanapun hal tersebut terjadi, terutama dalam penggunaan hukuman mati, main hakim, eksekusi tanpa sidang, penyiksaan serta berbagai tindakan lain yang keji, tidak manusiawi, serta perlakuan dan hukman yang merendahkan, penangkapan serta penahanan sewenang-wenang serta pembatasan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, termasuk hak yang berhubungan dengan kesehatan.”
7.“Kami mengingat kembali pernyataan di tahun 2006 dalam Komite Hak Asasi Manusia dengan 54 negara meminta presiden dari komite untuk menyediakan kesempatan, di kesempatan lain di masa depan, untuk membahas pelanggaran- pelanngaran ini.”
8.“Kami memuji adanya perhatian mengenai isu ini dengan prosedur spesial dari Komite Hak Asasi Manusia serta badan-badan yang dibawahinya serta mendukung untuk dilanjutkannya integrasi masalah pelanggaran hak asasi manusia berdasarkan orientasi seksual atau identitas gender dalam kemampuan mandat mereka.”
9.“Kami menerima adopsi dari resolusi AG/RES. 2435 (XXXVIII-O/08) mengenai ‘Hak Asasi Manusia, Orientasi Seksual, Serta Identitas Gender’ oleh sidang umum dari Organisasi Negara-Negara Amerika pada sesi ke-38 di 3 Juni 2008.”
10. “Kami meminta seluruh negara dan mekanisme hak-hak asasi manusia untuk berkomitmen untuk melaksanakan serta melindungi hak-hak asasi manusia dari semua orang, tanpa memandang orientasi seksual, dan identitas gender.”
11.“Kami meminta negara-negara untuk mengambil segala cara, terutama legislatif dan administatif, untuk memastikan bahwa orientasi seksual atau identitas gender dalam segala kondisi tidak dijadikan dasar untuk hukuman kriminal, terutama hukuman mati, penangkapan, atau penahanan.”
12.“Kamu meminta negara-negara untuk memastikan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang didasarkan pada orientasi seksual atau identitas gender untuk diselidiki dan pelakunya dihukum serta dibawa ke pengadilan.”
13.“Kami meminta negara-negara untuk memastikan perlindungan yang cukup untuk para pejuang hak-hak asasi manusia, serta segala hal yang menghalangi mereka dalam mengerjakan tugas mereka mengenai isu hak asasi manusia dalam orientasi seksual dan identitas gender.”

Setelah pembacaan resolusi tersebut oleh perwakilan Argentina, perwakilan dari Suriah, Abdullah Hallak, mengajukan perlawanan terhadap resolusi tersebut yang ditandatangani oleh Afganistan, Algeria, Bahrain, Bangladesh, Benin, Brunei, Kamerun, Chad, Comoros, Pantai Gading, Korea Utara, Dijbouti, Mesir, Eritrea, Ethiopia, Fiji, Gambia, Guinea, INDONESIA, Iran, Irak, Yordania, Kazakhstan, Kenya, Kuwait, Libanon, Libya, Malawi, Malaysia, Maldives, Mali, Mauritania, Maroko, Niger, Nigeria, Oman, Pakistan, Qatar, Rwanda, Santa Lusia, Arab Saudi, Senegal, Sierra Leone, Kepulauan Solomon, Somalia, Sudan, Swaziland, Suriah, Tajikistan, Togo, Tunisia, Turkmenistan, Uganda, Uni Emirat Arab, United Republic of Tanzania, Yaman, dan Zimbabwe.

Isi dari resoulusi Suriah ini adalah:

1.“Hak-hak yang didasari pada orientasi seksual dan identitas gender adalah ‘hak baru’ yang tidak memiliki dasar hukum apapun dalam seluruh instrumen hak asasi manusia internasional.”
2.“Masalah utama adalah diskriminasi berdasarkan warna kulit, ras, gender, agama, dan hal lain, dimana resolusi Argentina sama sekali tidak menyinggungnya.”
3.“Masalah-masalah seperti ini pada dasarnya merupakan kewenangan domestik dari setiap negara anggota.”
4.“Menerima hak-hak berdasarkan ‘orientasi seksual’ bisa memicu penerimaan terhadap pedofilia (hubungan sex dengan anak), bestiality (hubungan sex dengan hewan), serta incest (hubungan sex dengan sedarah).”
5.“LGBTI bukanlah ‘kelompok rentan’ yang membutuhkan perlindungan khusus (seperti perempuan, anak-anak, cacat, serta pengungsi).”
6.“Ide yang menyebutkan bahwa ‘ketertarikan seksual tertentu serta perilaku seksual’ adalah genetik, telah berulang kali ditolak secara ilmiah.”
7.“Kita harus melindungi keluarga sebagai ‘unit masyarakat yang alami serta utama’ seperti ditulis dalam artikel 16 dari Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia.”

Kemudian perwakilan dari Suriah tersebut melanjutkan dengan kalimat:

“Kami dengan tegas mengutuk segala macam stereotip, pengasingan, stigmatisasi, prasangka negatif, ketidakadilan, diskriminasi, serta kekerasan yang ditujukan terhadap orang, komunitas, serta individual dalam hal apapun, dimanapun”

Sisa negara yang tidak berada pada kedua resolusi tersebut menyatakan abstain, termasuk Amerika Serikat dan Cina. Akan tetapi, sebulan setelah Obama dilantik pada bulan Februari, ia menyatakan bahwa Amerika Serikat akan menandatangani resolusi dari Argentina. Sedangkan Cina masih abstain, dan Indonesia masih belum merubah keputusannya untuk mencabut dukungannya terhadap resolusi Suriah.

file:///D:/UN/ argentina% 20deklrasi. htm

0 komentar: