Sterilisasi Pada Perempuan ODHA

>> Senin, 08 Juni 2009

Baru saja ada kegiatan pertemuan forum United Nations General Assembly Special Session (Ungass), satu forum LSM yang fokus untuk perjuangan hak-hak kelompok HIV dan AIDS. Yang akan membuat laporan bayangan kepada PBB atas perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia. Dalam pertemuan tersebut ada banyak perwakilan LSM AIDS dari berbagai daerah, mulai Aceh sampai Papua. Termasuk perwakilan dari kelompok gay, perempuan dan pecandu.

Tapi untuk kali ini aku share tentang persoalan perempuan. Misalnya salah seorang perempuan ODHA punya pengalaman bagaimana dia “dipaksa” oleh para medis untuk melakukan sterilisasi. Artinya kalau ada perempuan muda yang positif biasanya akan diminta untuk melakukan sterilisasi. Dan dampaknya perempuan itu tidak akan bisa hamil dan melahirkan selamanya . Dimana indung telurnya akan dipotong. Dan akan menjadi perempuan mandul sepanjang hidupnya. Menurut temanku banyak yang dilakukan dengan cara “pemaksaan” yang dilakukan oleh para medis. Alasannya Cuma satu supaya memutus penularan HIV dan AIDS pada anak-anak yang dilahirkan.

Padahal kalau ada perempuan yang terinfeksi HIV dan masih produktif bisa saja akan melahirkan anak yang negative. Artinya anak tidak tertular HIV dan AIDS dari orang tuanya.

Walau kedua orang tua anak tersebut positif HIV dan AIDS. Nama progamnya adalah PPTCT (Prevention Parents To Child Transmition).

Jika tidak dilakukan intervensi terhadap ibu hamil HIV-positif, risiko penularan HIV dari ibu ke bayi berkisar antara 25 – 45 persen. Di negara-negara maju, risiko penularan HIV dari ibu ke bayi telah turun menjadi hanya sekitar 1-2 persen sehubungan dengan majunya tindakan intervensi bagi ibu hamil HIV-positif, yaitu layanan konseling dan tes HIV sukarela, pemberian obat antiretroviral profilaksis, persalinan seksio sesarea, dan pemberian susu formula untuk bayi. Di Amerika Serikat, antara tahun 1997 hingga 1999, kasus HIV/AIDS melalui jalur penularan dari ibu ke bayi turun sebanyak 66 persen.

Jadi jika program PPTCT tersebut dilakukan oleh kedua pasangan dengan benar menjadi tidak perlu kuatir akan melahirkan anak yang positif. Dan biasanya kegagagalanya juga karena persoalan yang dapat dicegah oleh kedua calon orang tuanya. Misalnya pada saat melahirkan tidak dengan caesar atau perlakuannya terlambat, tidak teraturnya konsumsi ARV.

Menurut Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari ibu ke anak ada beberapa program untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi, yaitu:
 
1.      Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduktif;
2.      Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV-positif; 
3.      Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV-positif ke  bayi yang dikandungnya;
4.      Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV  positif beserta bayi dan keluarganya
 
 
 
 

Tindakan sterilisasi yang dilakukan oleh para medis tanpa memperhatikan hak-hak perempuan, maka ini adalah sebuah kejahatan kemanusiaan bagi perempuan. Belum lagi kita akan bertanya mengapa harus perempuan? Dan mengapa harus ada program sterilisasi? Ini sama saja dengan program “pengkebiran” pada masa raja-raja dahulu. Ini sangat ditentang dalam Konvensi International yang sudah dirativikasi oleh Negara Indonesia.

Praktek-praktek yang sangat tidak manusiawi masih saja dilakukan di Indonesia oleh para medis secara “legal” atas nama pencegahan HIV dan AIDS. Apapun alasannya bahwa pemandulan terhadap setiap manusia tidak dapat dibenarkan khususnya pada perempuan ODHA (Orang Dengan HIV&AIDS) Terlepas apakah atas “kesadaran” perempuan tersebut atau atas pemaksaan dari pihak lain. Praktek biadab itu harus segera dihapuskan oleh Negara untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia khususnya perempuan ODHA.

Wasalam

Hartoyo


Sarinah, 30 Mei 2009

0 komentar: