Waria Kecewa Deklarasi Remaja Pada HAS 2009
>> Rabu, 16 Desember 2009
Dua orang Waria Pingkan dan Ienes Angela kecewa perwakilan remaja waria tidak diikutsertakan dalam pembacaan deklarasi remaja pada peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) yang dilaksanakan di Kantor Wakil Presiden Republik Indonesia 15 Desember 2009.
Menurut Pingkan padahal kita sedang bicara pemenuhan hak asasi manusia tetapi pada hari ini kita bisa lihat waria sama sekali tidak dianggap sebagai warga negara dengan identitasnya sendiri. Padahal UU Dasar 45 sudah jelas bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan keadilan.
Kita tahu bahwa bicara jenis kelamin bukan hanya lak-laki dan perempuan tetapi ada identitas lain, waria. Perjuangan yang dilakukan selama bertahun-tahun untuk meyebutkan waria sebagai identitas menjadi ”sia-sia” saja. Menjadi mundur semua ketika waria dianggap dapat direpresentatifkan oleh jenis kelamin mainstrem (laki-laki dan perempuan).
Pada sisi lain Ienes(aktivis hak waria) mengakui bahwa pidato yang disampai oleh Wakil Presiden RI Prof.Boediono pesannya sangat baik tetapi tidak begitu yakin dapat diterapkan oleh pemerintah soal universal akses bagi semua terutama bagi kelompok waria yang masih kuat mendapatkan diskriminatif oleh negara dan masyarakat.
Menurut ketua pelaksana HAS bapak Dr.H.Adang Bachtiar,MPH.ScD bahwa keterwakilan dua remaja (laki-laki dan perempuan) sebagai sesuatu yang normative. Kekecewaan waria tersebut menurut ketua pelaksana memang setiap keinginan itu banyak tetapi dapat diakomodir dalam kegiatan kedepannya. Walau Azella Sarah mahasiswa dari perwakilan remaja mengakui bahwa ada identitas lain selain laki-laki dan perempuan, yaitu waria. Menurut ketua pelaksana sebelumnya sudah ada kesepakatan antara panitia dengan ”populasi gembok” (istilah untuk pengganti populasi kunci) siapa remaja yang akan membacakan deklarasi tersebut.
Kita tahu selama ini selalu didengung-dengungkan oleh semua pihak bahwa keterlibatan “populasi gembok” menjadi penting dalam penanggulangan HIV dan AIDS. Tetapi untuk acara yang semestinya menjadi ruang politis bagi “populasi gembok” dalam hal ini waria malah semakin meneguhkan bahwa waria tidak ada akses dalam ruang yang sangat strategis ini. Waria tidak lebih menjadi “penonton budiman” dalam puncak acara HAS 2009 kali ini.
Belum lagi kartu undangan yang dibuat oleh panitia HAS tertulis aturan berpakaian hanya meyebutkan dua jenis kelamin saja (laki-laki dan perempuan). Ini juga menjadi kekecewaan Pingkan sebagai waria. Memang ini sesutau yang dianggap ”kecil” tetapi justru dapat dilihat seberapa sensitif kita terhadap pihak lain?(baca waria).
Menjadi sebuah pertanyaan bahwa selama ini selalu mengkampanyekan waria sebagai sebuah identitas tersendiri (bukan laki-laki dan juga bukan perempuan). Bahkan dalam laporan yang dibuat oleh KPAN sudah memisahkan dengan jelas laki-laki,perempuan dan waria. Tapi kali ini ketika harus berhadapan dengan pemimpin bangsa (baca:wakil Presiden RI), identitas waria harus ”disembunyikan” karena dianggap sebagai sesuatu yang tidak normatif.
Sehingga tidak berlebihan jika para penggiat HIV dan AIDS kedepannya dapat melakukan refleksi bersama seberapa jauh makna dan arti pelibatan ”populasi gembok”(baca waria) dalam penangulangan HIV dan AIDS? . Apakah hanya menjadi jargon yang selalu diusung-usung kemanapun oleh para pejabat publik? Padahal sebenarnya kita masih belum menerima keberadaan waria sebagai sebuah identitas sendiri. Minimal dapat terlihat pada saat puncak acara HAS 2009 kali ini. (Toyo/OV)
0 komentar:
Posting Komentar